Dunia baru kini kujalani, menjalani hari-hari sebagai seorang mahasiwa. Aku sadar pula, aku bukanlah sekedar mahasiswa biasa. Aku adalah mahasiswa penerima beasiswa bidikmisi. Aku disini dibiayai oleh negara, berbeda dengan mahasiswa lainnya yang mampu dibiayai orang tua mereka. Sering hinggap rasa takut di benakku, apakah status beasiswa yang aku terima ini akan terus berlanjut hingga aku lulus dan widuda nanti. Ntah mampu atau tidak, aku khawatir jika sewaktu-waktu beasiswa itu diberhentikan mungkin aku tak akan mampu untuk membiayai kuliahku. Terpaksa mungkin aku harus berhenti kuliah. Ah tidak fikirku, jika beasiswa ini diberhentikan maka aku akan cuti kuliah dan mencari uang dan kemudian akan aku lanjutkan lagi. Aku sangat ingin kuliahku ini bisa sampai lulus.
Rasa gundah pun
sering menghinggapi fikiran, kala itu aku pun tak tahu bagaimana aku bisa
mempertahankan beasiswaku dan juga sebaliknya, aku belum tahu apa yang bisa
membuatku diberhentikan dari beasiswaku. Hingga pada suatu hari beredarlah
pengumuman kepada seluruh mahasiwa bidikmisi untuk berkumpul di auditorium. Aku
dan para mahasiwa bidikmisi pun datang berbondong-bondong. Wajah kami masih
lugu dan polosnya, apapun yang diinformasikan jika itu wajib maka kami akan
melaksanakannya. Begitu juga pada hari itu, aku lihat ratusan mahasiwa
bidikmisi yang berkumpul di auditorium.
Acara pun dimulai,
semua mahasiwa bidikmisi pun diam sejenak mendengarkan apa yang akan
disampaikan oleh pihak kampus. Informasi yang sampai kepada kami, hari itu
adalah
pengarahan tentang pengisian kontrak beasiswa. Mungkin ini akan memuat
berbagai peraturan tentang apa yang harus kami lakukan dan juga apa yang tidak
boleh kami lakukan sebagai penerima bidikmisi. Tiba-tiba kami pun ditunjukan
dengan sebuah slide presentasi yang terpampang lebar di layar proyektor
di depan auditorium, yang bertuliskan besar di atasnya “SURAT KONTRAK MAHASIWA
BIDIKMISI”. Setelah itu, kemudian ada panitia yang membagikan selebaran kertas
yang ternyata isinya juga sama dengan apa yang ada di layar proyektor itu.
Termuat beberapa poin peraturan yang harus dilaksanakan seorang mahasiswa
bidikmisi supaya bisa tetap dipertahankan beasiswanya. Jika tidak maka
kebalikkannya, status penerimaan beasiswanya bisa diberhentikan.
Aku pun mendapatkan
selembar kertas, begitu juga dengan teman-temanku. Kami pun mengisinya sesuai
perintah yang disampaikan oleh panitia. Seperti ini lah tulisan dalam surat
kotrak beasiswa bidikmisi di kampusku, Universitas Negeri Semarang.
Surat Kontrak Mahasiswa Penerima Beasiswa BIDIKMISI
Angkatan 2010
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama Lengkap :
NIM :
bahwa saya adalah
Mahasiswa Universitas Negeri Semarang
(Unnes) penerima beasiswa Bidik Misi
angkatan tahun 2010 menyatakan:
1.
Akan
bersungguh-sungguh menjalani studi di Unnes dan mentaati semua ketentuan
berikut:
A.
IPK > = 3,0
B.
Lulus tepat waktu (3 tahun untuk D3 dan 4 tahun untuk S1)
C.
Berperilaku sesuai dengan etika mahasiswa Unnes
D.
Menghadiri seluruh kegiatan yang diwajibkan sekurang-kurangnya 75% dari
total kegiatan dalam satu semester.
E.
Sanggup tidak menikah selama mendapatkan beasiswa.
F.
Membuat proposal PKM (Program Kreativitas Mahasiswa)
sekurang-kurangnya satu judul dalam
setahun dan sebagai ketua.
G.
Mengikuti kegiatan rutin (setiap pekan) dalam rangka peningkatan soft
skill mahasiswa.
H.
Aktif dan menjadi pengurus lembaga kemahasiswaan ditingkat Jurusan atau Fakultas atau
Universitas.
2.
Bahwa semua
persyaratan yang saya buat dalam rangka untuk mendapatkan beasiswa bidikmisi
adalah benar.
3.
Bilamana saya tidak
dapat memenuhi ketentuan diatas atau terbukti melakukan pelanggaran terhadap
peraturan yang berlaku di Unnes atau memberikan keterangan palsu dan berbohong
dalam pengisian semua data atau mengundurkan diri setelah ditetapkan menerima
beasiswa bidik misi, maka saya bersedia untuk menerima sanksi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di Unnes
Demikian surat kontrak
beasiswa ini saya buat secara sadar tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Semarang, ...................
Materai Rp. 6000,-
( )
Poin demi poin aku
membacanya dengan seksama, ada delapan poin tepatnya. Delapan poin itu lah yang
harus aku laksanakan. Pertanyaan mendasar pun hinggap di kepalaku,
“Apakah aku bisa
melakukan semua ini ??? Apakah aku mampu ??? Jika tidak mampu bagaimana ???”
Seolah pertanyaan itu terdengar begitu keras,
menanyakan dengan begitu tegas tanpa ada keraguan. Jawaban yang terpaksa harus
aku jawab tak lain dan tak mungkin ada jawaban lain, selain kata “aku harus
mampu”. Mungkin seperti itu lah yang dirasakan para mahasiwa bidikmisi yang
lain di dalam ruangan itu, mereka kemungkinan besar pasti memikirkan itu sama sepertiku.
Acara itu pun
berakhir, aku pulang dengan membawa sebuah tekad dan juga kekhawatiran. Tekad
untuk bisa menjalankan kontrak itu dan kehawatiran jika tak bisa
melaksanakannya. Aku pun menyadari delapan poin itu memang kelihatan begitu
berat, namun aku ingat betapa beruntungnya aku bisa dapatkan beasiswa
bidikmisi. Menjadi seorang mahasiswa
bidikmisi, aku mendapatkan sebuah kesempatan kuliah dengan beasiswa full
study. Tidak ada bayar-bayar layaknya mahasiwa lain. Hanya beberapa
keperluan yang memang harus bayar. Hal tersebut tentu semuanya harus berimbang
dengan kewajiban yang harus kami lakukan. Ada hak maka ada pula kewajiban, itu
lah tepatnya aku memaknai surat kontrak beasiswa bidikmisi itu.
Sebagai seorang
mahasiswa bidikmisi, aku mendapatkan berbagai hak dari program beasiswa itu.
Kuliahku gratis, tiada biaya yang harus aku bayar seperti uang masuk, SPL, SPP
dan yang lainnya. Setiap bulan aku juga mendapat jatah biaya hidup sebesar Rp.
600.000,-. Tentu uang sebesar itu lebih dari cukup buatku untuk bisa bertahan
hidup di kota Semarang. Delapan poin kontrak itu kurasa juga itu tak sebanding
dengan semua hak yang aku dapatkan. Maka aku pun tak boleh terlalu mengeluh
menganngap beban dalam menjalani kontrak itu.
Baca Juga : Keuntungan-Keuntungan Yang Bisa Didapatkan Ketika Menjadi Mahasiswa Bidikmisi
Baca Juga : Keuntungan-Keuntungan Yang Bisa Didapatkan Ketika Menjadi Mahasiswa Bidikmisi
Delapan poin dari
surat kontrak bidikmisi itu harus aku lalui. Kalau tidak, maka tentu aku harus
dengan rela hati dicabut dari statusku sebagai seorang bidikmisi. Aku tetap
tenang menghadapi itu, semuanya pasti bisa aku penuhi. Kalau tidak maka pupus
sudah untuk menjadi seorang sarjana. Sia-sia sudah semua perjuanganku dulu kala
mengejar bidikmisi. Satu kalimat yang cukup menenangkanku,
“Jika teman-temanku
bisa, maka tentu aku bisa“
Kalimat itu sungguh efektif bagiku, sehingga aku
tak begitu takut menjalani kewajiban itu. Di hidup ini yang penting kan
berusaha, ada niat ada semangat ada doa maka pasti semua bisa aku penuhi.
Delapan poin kontrak itu lah yang ke depan akan menemaniku sebagai seorang
mahasiswa bidikmisi. Delapan poin yang akan menjadi sebuah benang merah
perjalanan seorang mahasiswa dalam menjalani kehidupan di kampus sebagai sang
bidikmisi.
--------@------
GORESAN HIKMAH
Pertama, Saat kita mampu menyadari siapa diri kita, maka kita harus mampu melakukan
apa yang seharusnya kita lakukan. Berfikir kenapa Tuhan menempatkan kita pada
kondisi saat ini. Seperti pisau yang tahu dirinya adalah pisau, maka ia akan
memotong suatu benda. Seperti pena yang tahu dirinya adalah pena, maka ia
seharusnya digunakan untuk menulis. Sering kali kita tak menyadari diri kita
sendiri, tak begitu memikirkan kewajiban-kewajiban yang seharusnya kita
kerjakan. Hanya sering menghitung hak-hak yang menurut kita pantas kita
nikmati. Hal itu sama halnya dengan pisau yang selalu minta diasah saja, dan
jarang dipakai. Atau pena yang minta diisi tinta terus, padahal jarang
digunakan. Sebagai seorang mahasiswa penerima beasiswa, tentunya haruslah punya
keinginan untuk bisa membuat pemerintah itu bangga. Setidaknya, lingkungan
sekitar kita, kampus kita, teman-teman kita merasa bangga dengan semangat
belajar kita dalam kuliah.
Kedua, Semakin besar sesuatu yang kita terima, maka semakin besar pula sesuatu
yang harus kita berikan untuk membalasnya sebagai wujud rasa syukur. Mahasiswa
bidikmisi mendapatkan berbagai keringanan dan berbagai fasilitas, tak
sepantasnya kita mengeluh karena berbagai kewajiban yang harus kita lakukan. Ini
lah kehidupan kita, layaknya seorang yang diberikan hadiah yang begitu besar.
Tentu sebagai rasa terima kasih pada yang memberi, maka orang itu harus mampu
membuat orang yang memberi itu tersenyum olehnya. Kita mahasiswa bidikmisi,
untuk membuat negara Indonesia mampu tersenyum oleh kita slah satunya bisa
dengan melakukan kewajiban-kewajiban yang telah kampus kita tentukan. Hal itu
adalah salah satunya, kita bisa berlomba-lomba membuat negeri yang besar ini
mampu tersenyum oleh kita dengan cara kita masing-masing.
Ketiga, Sungguh baik dalam hal kebaikan itu jika orang lain bisa melakukannya maka
kita pun harus berusaha bisa melakukannya pula. Kita memang telah diciptakan
dengan perbedaan-perbedaan antara kita. Tak sama tingkat kekuatan dan kemampuan
yang kita miliki. Sering kali kita menginginkan bisa seperti orang lain yang
mampu melakukan suatu hal yang istimewa. Sangat menginginkan bisa memperoleh
prestasi seperti yang lainnya. Sungguh aku juga ingin seperti itu, namun kadang
kita banyak melamun oh itu begitu berat bagi kita untuk mencapainya. Seolah
memang terasa begitu sulit dan sulit. Belum apa-apa kita sudah mengatakan itu
sulit. Sering kali banyak hal yang sebenarnya mudah untuk bisa kita lakukan,
namun karena kita berfikir itu sulit maka kita pun tak jadi melakukannya. Jika
orang lain bisa melakukan sesuatu yang
istimewa atau meraih prestasi yang besar, tak
ada salahnya kan bagi kita untuk berusaha mencobanya pula. Mungkin kita
pun akan berhasil seperti dirinya, karena nothing imposible and everything
is posible. Hal itu karena kita punya Tuhan yang senantiasa melihat usaha
kita, niscaya Tuhan pun akan memberikan balsan sesuai dengan tingkat usaha
kita.
0 Response to "DELAPAN POIN KONTRAK BIDIKMISI - Catatan Sang Bidikmisi Ke-3"
Post a Comment