Hari
pertama masuk kuliah, aku begitu semangat dan senangnya akhirnya aku bisa
merasakan duduk di kursi perkuliahan. Hari itu kulihat pula banyak mahasiwa
baru sepertiku, kulihat pula teman-temanku kala mengikuti acara PPA (Program
Pengenalan Akademik) dulu dari progam studi Pendidikan Adminsitrasi Perkantoran.
Aku tanyai mereka, tak satu pun jadwalnya yang sama denganku. Kenapa berbeda
padahal menurutku aku satu program studi dengan mereka, tetapi itu lah
kebijakkan dari kampus saat itu. semua jadwal mahasiswa baru sudah ditentukan.
Aku hanya tinggal mengikuti saja.
Aku
melangkah pasti sendiri menuju gedung tempatku kuliah, gedung C6. Sementara
teman-temanku yang lain juga mulai menuju ruangan mereka masing-masing. Nama
gedung yang tertera dalam jadwal kuliahku yang aku cetak dari sistem online perkuliahan,
yang kampusku namai sebagai sikadu. Kepanjangan dari sistem akademik terpadu.
Aku baca dengan seksama jadwalku, hari pertama itu aku akan mengikuti mata
kuliah Pengantar Komputer bertempat di laboratorium komputer di gedung C6. Aku
pun menuju laboratorium komputer berada. Aku melangkah dengan senang sekali,
namun rasa senangku itu pun buyar seketika. Saat aku tepat berada di depan
laboratorium komputer, aku tengok ke
dalam ruangan tak satu pun aku temui sosok mahasiswa atau pun dosen yang akan
mengajar. Ruangan masih sepi sekali. Aku lihat kembali jadwalku, aku perhatikan
baik-baik. Aku baca dengan seksama, jelas tertera di jadwal yang aku pegang
hari ini aku akan kuliah pengantar computer di laboratorium komputer tepat di
gedung C6.
Aku
menunggu di depan ruangan, suasana di sekitarku masih sangatlah sepi. Ruangan
laboratorium komputer berada di lantai dua, di samping-sampingnya bukan ruangan
kuliah tetapi juga sama adalah laboratorium-laboratorium dari jurusan program
studi yang lain. Aku berdiri di depan ruangan, aku amati dari lorong menuju
tempatku berada. Tidak ada tanda-tanda ada rombongan mahasiswa yang datang. Aku
jadi ragu, apakah aku salah ruangan. Aku sekarang melihat tulisan yang tertera
di atas pintu masuk tempatku berdiri, namun disitu tertulis jelas “Laboratorium
komputer”. Aku pun semakin khawatir, aku lihat jam di handphoneku sudah
menunjukan pukul tujuh lebih. Aku pun tak sabar menanti, aku mencoba mencari
tahu apakah aku yang salah ruang atau bagaimana.
Aku
pun menemui petugas kebersihan yang kebetulan aku lihat di gedung itu. aku
bertanya pada petugas itu,
“Pak, permisi mau tanya”
“Pak, permisi mau tanya”
“Silahkan,
tanya apa” jawab petugas itu.
“Pak,
ruangan laboroatorium komputer sebelah mana ya pak ?” tanyaku.
“Oh
ruangan laboratorium komputer itu disana” jawab petugas itu sambil menunjuk
ruangan tempatku menunggu tadi.
Mendengar jawabn itu aku jadi
semakin khawatir, aku dari tadi sudah
berada disana. Tapi tak aku lihat satu
pun mahasiwa dan dosen. Aku pun berjalan lagi mencoba bertanya pada orang lain.
Aku pun bertemu dengan kakak tingkat yang dulu jadi panitia PPA.
“Maaf
mas, aku mau tanya. Mas dimana ya letak ruangan laboratorium komputer?”
“Ruangan
itu berada di lantai dua, tepat diujung lorong” jawabnya sama persis dengan
petugas yang tadi aku tanya.
Aku jadi semakin bingung, kenapa
kuliah perdananku dimulai seperti ini. Aku pun kembali berkali-kali bertanya
kepada orang-orang yang kebetulan aku temui, namun tetap jawaban mereka sama.
Tetap menunjuk ruangan yang aku datangi pertama kali tadi. Sementara itu aku
lihat ruangan-ruangan lain yang aku lewati kala bertanya-tanya itu, aku lihat
teman-temanku sudah diajar oleh seorang dosen. Ruangan mereka terlihat ramai
dan dipenuhi mahasiswa. Aku jadi iri dengan mereka, kapan aku bisa diajar oleh
seorang dosen fikirku.
Aku
pun berjalan dengan ragu menuju ruangan laboratorium komputer lagi. Berharap
ruangan itu akan berubah menjadi ramai, atau paling tidak sudah ada mahasiwa
yang mungkin terlambat datangnya. Aku berjalan sendiri tak pasti sambil memegangi
jadwal yang aku punya. Sesampainya disana tetap tak ada satu pun orang dalam
ruangan. Hanya ruangan yang sepi dengan meja dan kursi yang berbaris diam tanpa
suara. di atasnya telihat komputer-komputer yang masih menghadap membelakangiku
dibawah gelap ruangan yang lampunya belum menyala. Hanya cahaya matahari dari
bali korden yang tertutup, sayup-sayup menerangi kegelapan ruangan. Oh
kemanakah dosen yang harusnya mengajarku hari ini, dimana pula mahasiwa yang
harusnya menemaniku kuliah perdana pada hari ini.
Aku
pun ragu, dalam kegundahan aku berjalan meninggalkan ruangan itu. Gerak
langkahku berubah menjadi pelan, semangat pagi ini berubah menjadi kesedihan
yang besar. Kutatap ke arah lorong tempatku akan ke luar, aku lihat seorang
mahasiswi yang berjalan ke arahku. Kami pun bersimpangan, namun aku biarkan dia
berlalu saja melewatiku. Aku pun coba memperhatikan dia yang mulai berjalan di
belakangku, tak aku kira ternyata mahasiswi itu langkahnya berhenti tepat di
laboratorium komputer pula. Fikiranku kembali bersemangat, mungkin dia adalah
mahasiswa yang akan kuliah pengantar komputer juga. Aku pun mendatanginya, aku beranikan diri
untuk bertanya.
“Permisi
Mbak, apakah Mbak akan kuliah pengantar computer juga?”
“Iya,
tapi kok ruangannya sepi ya” Jawabnya gundah pula.
Aku pun menerangkan kepadanya
tentang apa yang aku rasakan pula, mungkin sama-sama sedang merasa bingung di
hari pertama kuliah. Aku pun berinisiatif untuk mengajaknya mencari tahu
kebenaran kuliah pada hari itu. aku pun mondar-mandir bersamanya bertanya pada
banyak orang tentang kuliah pengantar computer pada ahari itu, namun tetap saja
taka da jawaban yang bisa menjawab masalah yang kami alami pada saat itu. Aku masih bersemangat, karena
kini ada teman seperjuangan yang berusaha untuk kuliah mata kuliah yang sama
sepertiku pagi itu. Aku tahu nama mahasiswi itu adalah Lilis Septiarini,
ternyata dia juga penerima beasiswa bidikmisi sepertiku.
Waktu
terus berjalan, namun tetap saja ruangan masih terlihat sepi. Hanya kami berdua
yang mondar-mandir diantara ruangan itu. Hingga akhirnya datang lagi dua
mahasiwa yang ternyata juga mahasiswa yang akan kuliah sama sepertiku di
ruangan itu, mereka menerangkan bahwa mereka adalah kakak tingkat yang sedang
mengulang mata kuliah pengantar komputer. Aku jadi agak tenang, kini ada empat
orang yang sama sepertiku. Tak aku sangka, dua kakak tingkat itu mangajak kami
mencari dosennya. Hal yang tak aku fikirkan sebelumnya, ternyata mereka sudah
berpengalaman jika menghadapi situasi seperti itu. kami pun mendatangi ruangan
nama dosen yang tertera di jadwal. Sampailah kami di ruangannnya, ternyata
dosennya itu juga baru sampai di ruangan.
Dua kakak tingkat itu menerangkan masalah yang kami alami, sementara aku
dan Lilis diam saja. Dosen itu pun minta maaf dan mengajak kami masuk ruangan
laboratorium komputer.
Aku
pun memasuki ruangan laboratorium computer, begitu juga Lilis dan dua kakak
tingkat yang belum aku tahu namanya itu beserta dosen pengampu mata kuliah itu.
Aku duduk dengan tenang di sebuah kursi deretan depan, setelah itu sang dosen
pun bertanya.
“Apakah
mahasiswanya hanya empat orang?”
\Kami semua terdiam, karena kami
tidak tahu pasti dimana mahasiwa yang lainnya. Sang dosen itu pun melihat
lembar presensi kuliah itu, dan setelahnya dosen itu menerangkan bahwa ternyata
mahasiwa yang akan kuliah disitu hanya berjumlah lima orang. Padahal seingatku
di jadwal yang aku miliki, ada puluhan mahasiwa yang akan hadir dalam kuliah
itu. seperti kelas yang lain yang dipenuhi puluhan mahasiswa. Sang dosen
menerangkan bahwa lima mahasiwa dalam kuliah pagi itu adalah dua orang
mahasiswa baru dan tiga orang sisanya adalah mahasiswa yang mengulang. Jadi ada
satu kakak tingkat yang tidak berangkat fikirku.
Pagi
itu sang dosen menjelaskan kontrak perkuliahan dan juga materi apa saja yang
akan di ajarkan. Selanjutnya beliau justru menyarankan kepada kami untuk pindah
kelas saja, beliau merasa jika hanya lima orang maka kurang efektif. Beliau
menyarankan untuk pindah ke kelas yang sudah ada banyak mahasiwanya. Kami
berempat pun setuju, tetapi tidak hari itu juga kami akan pindah kelas. Kami
pun menyesuaikan jadwal yang disarankan oleh sang dosen. Akhirnya kami berempat
sepakat pindah kelas mata kuliah pengantar komputer di hari yang lain tetapi
tetap dengan dosen yang sama. Tidak aku kira ternyata kelas yang disarankan
oleh pak dosen kali ini aku akan berkumpul dengan banyak temanku dari progam
studi pendidikan admistrasi perkantoran.
Pagi itu sungguh terasa melelahkan buatku, lelah di
tenaga dan lelah di fikiran. Aku tetapi tetap merasa senang, akhirnya aku
merasakan bertemu seorang dosen yang akan mengajarku dalam perkuliahan. Sama
seperti teman-temanku yang lainnya. Walau pagi itu tidak berjalan sesuai
harapanku, mendapatkan banyak teman baru dan bisa duduk manis di kursi perkuliahan.
Bagiku ini adalah awal dari perjalanan kuliah, memang semua yang terjadi tak
bisa selalu seperti yang aku inginkan. Aku berfikir pasti semua ini ada
hikmahnya, dan juga pasti dari teman-temanku yang lain hanya aku saja yang
mengalami kejadian seperti ini di hari pertama kuliah. Berdasarkan hal itu pula
aku menyadari bahwa aku dalah orang yang sangat bersemangat untuk kuliah, dan
orang yang begitu gelisah kala tak bisa mengikuti kuliah.
GORESAN HIKMAH
Pertama,
ketika kita berjuang melakukan sesuatu
mungkin alangkah baiknya kita harus mempunyai teman seperjuangan. Kala kita
melakukan semuanya sendirian, kadang kita akan merasa bahwa itu sesuatu yang
sangat berat. Kita tak punya teman untuk berbagi suka dan duka. Hingga kadang
orang yang berjuang sendiri akan mudah jatuh saat dia merasa gagal. Berbeda
dengan dua orang atau lebih yang berjuang bersama, tetap ada canda tawa walau
perjuangan itu terasa sangat berat.
Kedua,
menjadi orang yang selalu berusaha
tepat waktu itu akan membuat orang lain senang, sebaliknya orang yang membuat
orang lain terlalu lama menunggu akan membuatnya sangat kecewa. Banyak dari
kita mungkin yang berfikir, “Lebih baikm aku yang ditunggu, daripada aku yang
menunggu”. Hingga jika semua orang berfikir seperti itu maka hasilnya adalah
suatu kegiatan akan selalu mundur dan mundur karena semuanya tak berusaha tepat
waktu. Sering kali kita tak sempat berfikir betapa banyak kerugian yang
diakibatkan oleh kita, karena ketidaktepatan waktu yang telah kita lakukan. Kita
hanya berfikir, apa yang bisa buat kita untung dan yang penting tak masalah
buat kita. Jika kita selalu membiasakan diri untuk tidak tepat waktu, maka akan
banyak orang yang kecewa pada kita. Orang yang telah kecewa pada kita, akan
teringat dibenaknya bahwa kita pernah mengecewakannya. Mungkin suatu saat dia
akan ragu dalam mempercayai kita untuk kedua kalinya.
Ketiga,
saat orang lain berbuat kesalahan yang
berakibat buruk pada kita atau merugikan kita, jangan semena-mena langsung
membencinya atau memarahinya. Kita belum tahu alasan kenapa dia berbuat
kesalahan, maka bersedialah mendengarkan alasan-alasannya. Mungkin dari
berbagai alasan-alasan itu ada yang bisa kita terima untuk mengobati rasa sakit
hati kita. Sering kali kita tak mau mendengar alasan orang lain karena kita
merasa paling benar, padahal dia melakukan sesuatu yang benar. HIngga kebenaran
itu akhirnya tetap terdiam karena keegoisan kita yang tak mau mendengar alsan
orang lain.
0 Response to "KULIAH PERDANA - Catatan Sang Bidikmisi Ke-4"
Post a Comment