Pendidiakan
Ekonomi Adminsitrasi Perkantoran, itu lah nama progam studiku yang aku ambil di
Unnes. Sebuah progam studi kependidikan yang mempelajari tentang bagaiamana
menjadi seorang guru administrasi perkantoran. Jenis guru yang biasanya
mengajar di sekolah menengah kejuruan atau SMK. Layaknya seperti kala SMA di
sini pun dalam prodi adminstrasi perkantoran aku mempunyai kelas baru dan
teman-teman yang baru. Prodi administrasi perkantoran itu di fakultas ekonomi
di bagi menjadi dua kelas, kelas A dan kelas B. Aku termasuk mahasiswa yang
ditempatkan di kelas B. Jadi nama kelasku adalah pendidikan ekonomi administrasi
perkantoran B. Hingga seiring waktu berlalu, nama kelas itu disingkat menjadi
PAPER B.
Sebuah kelas yang mempunyai 48 mahasiswa. terdiri dari 10 laki-laki dan 38 perempuan.
Sebuah perbandingan yang begitu fantastis menurutku. Kini aku akan sering berhadapan
dengan banyak kaum hawa. Padahal di kala SMA sangat jarang sekali berinteraksi
dengan kaum yang begitu misterius itu. 48 Mahasiswa baru dari berbagai daerah.
Kebanyakkan masih berasal dari pulau Jawa, hanya ada satu dua yang berasal dari
luar pulau Jawa. Seiring berjalannya waktu, kelasku berkurang satu orang.
Meiji, seorang mahasiswa dari Medan yang kemudian keluar dari kuliah. Ntah apa
sebabnya, aku pun tak tahu. Jumlahnya kini pun hanya tersisa 47 mahasiswa.
Pertama kali kami dikumpulkan adalah kala masa-masa
orientasi dulu pas awal masuk yaitu kala PPA (Program Pengenalan Akademik). Masih
aku ingat dimana aku harus memimpin para temanku itu untuk bernyanyi
meneriakkan yel-yel dalam PPA. Suaraku yang fals terpaksa berada di depan
teman-temanku, karena aku ditunjuk sebagai komting pada saat itu. Komting,
layaknya ketua kelas kala SMA. Hal itu sebuah awal aku berinteraksi dengan
mereka sebagai teman-teman baruku.
Sebagian besar dari teman-temanku berasal dari
sekolah-sekolah favorit yang ada di kota mereka. SMA Negeri 1, SMA Negeri 2,
SMA Negeri 3 atau SMK Negeri serta MA Negeri. Jarang sekali yang berasala dari
sekolah swasta, apalagi sekolah swasta pinggiran seperti sekolahku. Sekolahku
hanya sekolah swaswa yang baru berdiri dua tahun kala aku masuk pada tahun
2007, SMA Muhammadiyah 03 Kayen Pati. Awalnya aku merasa minder karena tentunya
teman-temanku itu adalah sosok-sosok siswa dari sekolah favorit. Tentu mereka
adalah mantan siswa-siswa yang pintar.
Perbedaan latar belakang sekolah asal memang tidak terlihat
kala sudah kuliah. Tidak ada diskriminasi atau pun penggolongan berdasarkan
dari mana seorang mahasiswa itu sekolah. Semua terlihat sama, duduk di kampus
yang sama Universitas Negeri Semarang. Aku pun berusaha untuk bisa seperti
mereka. Walau dari sekolah pinggiran bukan berarti aku harus merendah diri. Suatu
saat malah ada temanku yang bertanya,
“Agus, kamu berasal dari SMA Negeri 1 Pati ya?”
“Ah bukan, sekolahku tak sefavorit itu?” Jawabku
“Sekolahku itu malah sekolah swasta, SMA Muhammadiyah 03
Kayen. Sekolah yang baru beridiri pula”
Ternyata
beberapa temanku tidak menyangka kalau aku berasal dari sekolah swasta yang
baru pula. Hal itu karena saat di dalam kelas aku sering aktif dan tidak mau
kalah semangat disbanding yang lain. Ternyata darimana pun sekolah asalnya,
jika aku mau berusaha dengan baik maka itu tidak jauh beda dengan yang lain. Aku
justru ingin mengharumkan nama sekolahku, membuatnya dikenal orang banyak.
Sekolah itu lah yang telah membesarkanku dan memberi jalan bagiku hingga bisa
kuliah seperti sekarang.
THE GIRLS OF
PAPER B
Cewek-cewek di PAPER B, kesan pertama yang
aku rasa adalah jumlahnya yang begitu banyak sekali. Tiga puluh delapan, jumlah
yang memenuhi sebuah ruangan kelas. Hal
itu begitu mengingatkanku dengan masa-masa kala aku memakai seragam putih biru.
Ya pada waktu aku di MTs dulu tepatnya, di kelas satu dan dua itu aku berada di
kelas yang jumlah ceweknya sangat banyak. Jumlah yang mendominasi suasana dalam
ruangan. Sekarang kini di kelas PAPER B terulang kembali.
Aku tetap bersyukur karena aku memiliki
banyak teman cewek, ya setidaknya aku bisa belajar dari mereka tentang cewek. Belajar
akan seseorang yang akan menjadi pendamping hidupku kelak, belajar mengerti
seperti apa itu wanita, mahluk yang begitu unik menurutku. Wanita, mahluk yang
selama ini tak berani aku dekati. Apalagi aku dekati, berinteraksi dengan mereka
pun jarang sekali kala SMA. Memang di fakultas ekonomi sekarang ini mahasiswanya
kebanyakan adalah wanita. Hingga pemandangan yang sering nampak olehku adalah
lalu-lalang para sosok nan unik itu dengan berbagai gayanya masing-masing.
Lain masa SMA lain pula masa kuliah,
kepribadianku mulai berubah. Saat di kelas kini aku lebih terbuka dalam berinteraksi
dengan para teman wanita. Ntah apa sebabnya aku jadi berani bercakap-cakap
dengan makhluk unik itu. Rasa takut dan minder yang dulu sering terasa saat di
dekat mereka lambat laun memudar. Mungkin diantaranya karena aku disini menjadi
seorang komting kelas. Seseorang yang selalu berurusan dengan semua mahasiswa
di kelas. Tak seperti kala pas SMA dulu yang justru selalu menjadi pendiam dan
jarang berinteraksi dengan mahluk yang begitu indah itu.
Lama-lama aku pun mulai memahami sosok wanita
itu seperti apa dari mereka teman-temanku di PAPER B. Akhirnya aku bisa sedikit
mengerti tentang mereka. Wanita itu mahkluk yang tampak anggun sekali, memandangnya
begitu indah. Namun akan tetapi jika dia marah sungguh ampun dah tak nyaman sekali
untuk dilihat. Wanita itu juga seperti sejuknya angin dipagi hari, ternyata
kedatanngannya bisa membuat laki-laki tenang berdiam diri. Namun juga bisa
menjadi angin badai saat dia sedang emosi. Wanita itu seperti perhiasan yang
indah saat dia tersenyum, tapi menjadi seperti duri yang tajam saat dia
memasang muka seramnya. Wanita bisa selembut sutera, bisa juga sekasar
jalan-jalan yang dikorupsi pembuatannya. Wanita bisa sejinak merpati, tapi juga
bisa seliar macan. Wanita bisa seindah melati, seharum mawar, seelok angrgrek
tapi terkadang justru tak tahan rasanya jika nampak durinya yang melukai. Tapi
bagaimana pun kaum hawa itu makhluk yang begitu indah, yang diciptakan Tuhan
untuk menemani kaum adam. Wanita itu memang istimewa, baru terfikir kenapa aku
tak mengenal mereka dari dulu saja.
Kini di PAPER B, aku yang mempunyai
banyak teman cewek. Hingga seolah sifat tertutupku dengan sosok wanita seolah
berputar 180 derajat. Aku justru menjadi sosok yang bisa begitu dekat dengan
mereka. Memang situasi dan kondisi bisa mengubah pribadi seseorang, apalagi
disertai sebuah tanggung jawab. Seperti Itu lah yang aku rasakan sebagai
seorang pemimpin kelas, walau hanya sebagai seorang komting tetapi telah mampu
membuatku berubah. Sifat terbuka dengan sosok mahluk yang sangat istimewa itu,
memang tak boleh aku hindari sebagai seorang pemimpin yang memang harus mau
berinteraksi dengan semuanya.
The
Boys Of PAPER B
Sepuluh laki-laki di dalam suatu kelas yang rata-rata
mahasiswanya adalah wanita itu adalah suatu suasana yang begtiu menarik. Kodrat
laki-laki yang biasa mendominasi interaksi dalam suatu komunitas kini justru di
dominasi oleh banyaknya wanita di kelasku. Sepuluh laki-laki yang ku rasa
sangat beruntung karena bisa mempunyai banyak teman wanita. Sepuluh laki-laki
itu adalah Saefi, Rudi, Rizal, Tegar, Fadil, Afif, cakra dan Taufan, Meiji dan
aku. Walau akhirnya hanya tinggal
Sembilan orang setelah ditinggal oleh Meiji. Mereka semua teman-teman
yang gokil, semuanya memiliki tipikal yang berbeda-beda.
Jumlah laki-laki di kelas yang cuma sembilan orang, tetapi jumlah
tersebut cukup untuk membuat kelasku menjadi ramai. Hal itu karena teman-temanku
laki-laki itu anaknya bertipe gokil-gokil. Tipe anak laki-laki yang sering
ngerjain para teman-teman wanita di kelas, walau hanya dengan suatu kenakalan yang
sederhana. Mengerjai mereka, seperti menyembunyikan sepatu, tas, HP atau buku-buku
mata kuliah hingga sang teman wanita yang dikerjain tersebut merengek-rengek
meminta barangnya di kembalikan. Hal tersebut yang justru membuat teman-temanku
laki-laki tertawa penuh kemenangan. Kebiasaan
mengerjai para teman wanita tersebut hampir di setiap kuliah selalu di
lakukan.
Kebiasaan lain yang unik adalah kami para laki-laki selalu
saja memilih duduk di bangku paling belakang. Ntah karena apa, hal tersebut
yang teman-temanku lakukan. Ntah sudah jadi kebudayaan bagi laki-laki atau
memang anak lelaki itu punya
kecenderungan ingin memberi keutamaan bagi para wanita. Mungkin juga karena
duduk di belakang lebih dianggap sebagai posisi aman dalam perkuliahan, aman
dari perintah dosen, aman dari pertanyaan, aman dari perhatian para dosen.
Hingga canda tawa dan keramaian tentu tak jarang terjadi di bangku bagian
belakang. Keramaian tersebut justru memaksa para dosen untuk meminta kami
pindah ke bangku yang paling depan.
Selain akrab di dalam perkuliahan, sering kali di waktu
senggang perkuliahan. Tak jarang kami menghabiskan waktu di kos salah satu dari
kami dengan hanya bermain poker, bukannya belajar mempersiapkan kuliah
selanjutnya. Hanya dikala ada tugas-tugas dari para dosen, kekompakkan dari
kami sangat terlihat. Bekerja sama saling mengerjakan, ku akui walau mereka
terlihat gokil dalam keseharian tetapi mereka mempunyai kecerdasan yang
tinggi-tinggi. Hal yang berbeda sekali aku rasakan saat SMA. Biasanya anak-anak
yang pintar saat SMA itu bertipe seorang siswa yang lugu, pendiam, suka main ke
perpus kala istirahat dan sangat tekun sekali. Kali ini aku di PAPER B
kutemukan teman-teman yang gokil-gokil tetapi tetap saja meeka pintar-pintar.
Mungkin ini lah dunia kampus yang sangat berbeda dengan dunia SMA.
UNTAIAN HIKMAH
Pertama, Sering kali kita mampu berubah disebabkan oleh lingkungan kita. Seperti
sebuah tanaman yang selalu beradaptasi dengan tanah dimana ia hidup. Manusia
itu tak lekang dari yang namanya perubahan, setiap detik setiap saat bisa saja
mengalami perubahan. Kita sebagai manusia tentu harus bersedia berubah dan
jangan terlalu takut dengan perubahan. Selagi kita mempunyai alasan yang baik,
kenapa kita harus berubah. Hal itu juga tentu untuk membuat kita lebih baik lagi.
Kedua, tingkat kesuburuan tanaman bisa dikatakan tergantung oleh tingkat
kesuburan tanahnya. Tingkat kecerdasan dan pengetahuan seorang siswa bisa
dikatakan tergantung dimana dia bersekolah. Mungkin seperti itu perasaanku dulu
kala merasa rendah dibanding teman-temanku yang berasal dari sekolah yang
faforit, sedangkan aku dari sekolah swastwa yang baru pula. Namun seiring waktu
aku pun menyadari, bahwa ilmu pengetahuan yang bisa didapatkan di sekolah itu
juga tak hanya seperti tingkat suburnya tanah. Ilmu pengetahuan bisa diperoleh
oleh siapa pun dan dimanapun, selagi memang seorang itu mau belajar. Bedanya
manusia dengan sebuah tanaman adalah manusia punya kehendak dan kebebasan dalam
menentukan ingin tumbuh berkembang dan belajar, sedangkan tanaman hanya pasrah
dengan tanah dimana dia tumbuh. Jadi, dimanapun kita bersekolah itu bukan
alasan kita untuk tak mau belajar menjadi sehebat siswa-siswa dari sekolah-sekolah
favorit.
Ketiga, hidup akan terasa sepi jika tanpa teman.
Hidup terasa kurang berwarna-warni jika tanpa adanya teman. Dari seorang teman,
kita bisa belajar banyak hal. Kita bisa mengerti ternyata banyak sifat,
pengalaman, tingkah laku dan lain sebagainya yang bisa kita tiru jika itu baik.
Semakin sedikit teman, maka kita akan semakin sedikit pula mengetahui karakter
seseorang. Jadi jangan takut mempunyai teman yang banyak. Jadikanlah hidup kita
penuh warna dengan banyak teman.
0 Response to "Keakraban Teman Sekelas Kuliah PAPER B - Catatan Sang Bidikmisi Ke-5"
Post a Comment