Menjadi
siswa yang dikenal oleh para guru itu membuatku sangat senang. Tetapi aku dikenal
oleh para guruku awalnya bukan saja karena aku bisa memahami pelajaran lebih
cepat daripada temanku yang lainya. Tetapi juga karena kenakalan dan
kebandelanku dalam mentaati peraturan sekolah. Dalam pelajaran memang aku sangat serius dan
begitu memperhatikan kala guruku menjekaskan, karena pada saat seperti itulah
bagiku bisa cepat memahami materi pelajaran. Tetapi di awal kelas satu itu aku
dikenal juga sebagai siswa yang sering terlambat masuk sekolah serta sering
tidak masuk sekolah. Aku sering sampai ke sekolah lebih dari jam tujuh. Itu
membuatku sering dijemur di depan lapangan sekolah, sering disuruh menyapu halaman
sekolah, sering disuruh menyapu teras sekolah, atau disuruh berolahraga pagi
berupa lari atau push up selama
beberapa menit. Selain itu karena aku juga sering di setiap minggunya tidak
masuk walau hanya satu hari saja. Seringnya hampir setiap Jum’at aku tidak
masuk sekolah. Guruku sering bertanya padaku kenapa sering kalau hari Jum’at
tidak masuk sekolah. Mungkin karena banyak dari temanku dari pondok yang juga
bersekolah di tingkat SMA tapi yang berbasis Islami seperti MA dan MTs. Mereka hari
liburnya kala hari jum’at sehingga membuatku ikut-ikutan meliburkan diri. Hingga
pada awal kelas satu SMA setiap minggunya aku sering mempunyai dua hari libur,
yaitu hari Minggu dan hari Jum’at. Walaupun pada awal kelas satu itu aku sering
meliburkan diri, tapi aku bukan siswa yang suka bolos di tengah-tengah
pelajaran. Bagiku jika aku sudah berangkat, maka aku
harus berada disekolah
hingga sampai pulang. Jika aku memang berniat bolos, lebih baik aku tidak masuk
saja sekalian fikirku.
Kenakalan yang paling
parah adalah kala aku berniat masuk ke sekolah lain. Saat itu aku berempat
bersama temanku dari pondok berjalan kaki untuk berangkat sekolah. Tetapi dari
kami berempat itu berbeda sekolah. Dua temanku menuju ke sekolah lain yaitu
menuju ke SMA Joyo Kusumo, mereka adalah WIdi dan Ulil. Dua yang lainnya adalah
Aku dan temanku sekelas, yaitu Roni akan menuju ke SMA Muhammadiyah 03 Kayen.
Di tengah perjalanan kami saling bercanda tawa bersama, tiba-tiba muncul sebuah
ide gila yang sebelumnya belum pernah terfikirkan. Karena pada masa itu adalah
baru awal-awal masuk, kami menyimpulkan pasti guru-guru di SMA kami masih
jarang yang mengenal kami di sekolah masing-masing. Jadi kala itu kami berniat
masuk ke sekolah yang merupakan bukan sekolah asli kami. Pada hari itu kami
memutuskan, aku dan Roni hari itu yang masuk ke sekolah SMA Joyo Kusumo sekolah
tempat Widi dan Ulil belajar. Besok rencananya Widi dan Ulil yang gentian masuk
ke sekolahku. Rencana hari itu pun segera kami laksanakan. Aku dan Roni
mengikuti Widi dan Ulil sampai ke sekolah mereka. Tak kusangka karena jalan
kaki kira-kira lebih dari dua kilo meter maka kami sampai ke sekolah dengan
terlambat. Tapi ternyata kebetulan tidak ada guru yang kala itu berada di gerbang
masuk sekolah. Widi dan Ulil langsung bergegas naik ke lantai dua menuju kelasnya.
Sementara di belakang mereka ada Roni yang mengikutinya, baru aku di belakangnya.
Widi dan Ulil sudah masuk ke dalam kelas. Tapi aku kala itu masih di tangga
naik melihat Roni yang justru tetap berdiri di depan ruangan kelas. Aku
bertanya-tanya kenapa dia tidak masuk-masuk tetapi malahan berdiri saja seperti
itu. Kulihat Roni justru malah terlihat panik dan gugup. Aku pun bertanya “Ada
apa Ron, kenapa tidak masuk?”. Roni hanya memberi kode kepadaku dan menyuruhku
melihat ke arah kelas. Sungguh aku terkaget bukan kepalang, ternyata di dalam
kelas sedang berdiri seorang guru yang sedang mengajar. Guru itu adalah guru
yang juga mengajar di SMA-ku. Aku tanpa fikir panjang langsung berlari menuruni
tangga, kemudian tiba-tiba Roni juga mengikutiku dengan tergesa-gesa. Aku
berfikir bisa jadi bahaya nanti kalau sampai ketahuan, bisa jadi masalah besar
nanti disekolahku. Aku masih dalam keadaan panik, aku mencoba mencari jalan
untuk bisa keluar dari sekolah itu. Akhirnya dengan cepat aku berhasil keluar
dengan lewat gerbang pinggir sekolah yang terbuka. Aku senang karena bisa lolos
juga dan tidak ada satupun guru yang mengejar kami. Kala sudah merasa tenang,
aku pun memarahi Roni. “Ron, wah payah. Kenapa tidak langsung turun saja tadi?”
tanyaku sambil menggerutu. Roni menjawab masih dalam keadaan agak panik “Maaf
Gus, tadi aku benar-benar bingung mau berbuat apa”. Kami selanjutnya istirahat
disebuah warung, di warung itu ada seorang ibu-ibu yang memarahi kami “Kenapa
kalian tidak masuk kedalam kelas. Dasar kalian itu, disekolahkan baik-baik sama
orang tua malah kerjaannya bolos”. Dengan tenangnya aku menjawab “Kami ini
murid baru kok Bu, jadi belum masuk”. Roni terlihat tersenyum mendengar
jawabanku yang seperti itu. Akhirnya kami putuskan tidak akan lagi-lagi mencoba
masuk ke sekolah itu lagi, cukup satu kali saja.
Lama kelamaan aku sering dinasehati guruku karena berbagai kenakalanku itu. Aku juga mulai menyadari bahwa itu bukan merupakan hal yang baik bahkan itu suatu yang salah. Hingga setelah beberapa bulan aku sudah mulai sekolah dengan tidak suka meliburkan diri sendiri lagi. Salah satu kejadian yang juga membuatku tersadar untuk tidak suka libur sendiri adalah kala itu ada ulangan Bahasa Inggris. Aku mengerjakaan soal-soal yang ada dengan serius, hingga aku bisa mengerjakannya dengan baik. Kertas lembar jawaban itu pun dikumpulkan untuk dikoreksi guruku. Tetapi pada saat hasilnya di umumkan di hari selanjutnya aku malah tidak berangkat. Karena kala itu adalah hari jum’at jadi aku putuskan untuk libur saja lah. Pada hari berikutnya aku diberi tahu oleh teman-temanku bahwa aku dicari dan ditanyakan oleh guru Bahasa Inggrisku, yaitu Bu Pipit. Aku bertanya pada teman-temanku kenapa aku dicari oleh Bu Pipit, mereka bilang nilaiku pada saat itu tertinggi. Tetapi kata teman-temanku Bu Pipit heran, kenapa aku yang hampir tiap jum’at tidak berangkat tapi kok nilainya paling bagus. Suatu hari aku bertemu Bu Pipit, beliau menasehatiku “Agus, kamu itu sebenarnya pintar. Ibu kira dulu pas ibu ngoreksi ulanganmu kala itu hanya kebetulan saja hasilmu bagus. Tapi setelah ibu tanyakan kepada guru-guru lain, ternyata kamu juga sebenarnya punya kemampuan lebih dari teman-temanmu. Tapi sayangnya kamu itu malahan hampir tiap minggu pasti ada hari yang kamu tidak berangkat. Jangan diterus-teruskan seperti itu. Supaya kamu bisa lebih berprestasi” Bu Pipit memberi nasehat panjang buatku. Dari kejadian dan cerita itu membuatku merasa bahwa sebenarnya aku bisa lebih baik lagi. Aku juga ingin memperbaiki kesan para guru padaku supaya tidak lagi dikenal sebagai siswa yang suka libur sendiri. Itulah salah satu hal yang mendasariku untuk tidak berulah lagi seperti itu.
Hari-hari
berikutnya aku semakin rajin berangkat kesekolah. Aku sudah jarang terlambat
masuk sekolah dan sudah mulai rajin masuk sekolah. Pelajaran demi pelajaran aku
ikuti dengan baik. Hingga pada suatu saat ada lomba mata pelajaran tingkat
kabupaten Pati. Guruku Bu Tutik, seorang guru yang mengajar mata pelajaran
Biologi, Fisika dan Kimia, pada saat itu memang banyak guru yang mengajar
beberapa mata pelajaran sekaligus. Karena memang tenaga pengajar belum banyak,
jadi guru yang ada seadanya. Bu Tutik menawari pada teman-temanku semua di depan
kelas tentang siapa yang mau ikut lomba. Ternyata tidak ada temanku yang
berani, karena memang sebenarnya lomba itu lebih diperuntukan untuk siswa kelas
dua. Tetapi aku dengan berani bersedia mengikuti lomba tersebut. Bu Tutik pun
terlihat tersenyum senang merasa bangga dengan keberanianku itu. Bu Tutik
memberi tahu mata pelajaran apa saja yang dilmobakan kala itu, tapi aku langsung
memilih mata pelajaran Biologi sama seperti mata pelajaran yang beliau ajarkan.
Padahal sebenarnya sekolahku adalah sekolah berjurusan IPS, tapi aku tidak
peduli yang penting aku suka dan berkeninginan untuk ikut lomba mata pelajaran
itu. Aku mengajak teman-temanku kala itu, tapi tetap saja tidak ada yang mau. Hari
berikutnya aku diberikan perhatian khusus oleh Bu Tutik, aku diberikan materi
dan pembinaan khusus. Kala itu ternyata ada tiga orang yang diikutkan lomba,
satunya adalah aku dan dua yang lainnya adalah kakak kelasku. Aku banyak
dinasehati oleh guruku, aku pun belajar dengan sangat seriusnya. Hingga tak aku sangka efek dari belajarku
yang terlalu amat serius membuatku banyak berhalusinasi aneh. Seolah di tembok-tembok
yang aku lihat terasa ada tulisan-tulisan yang berjalan, dan itu hampir setiap
saat terjadi. Padahal para guruku tidak mentargetkan untuk bisa memperoleh
juara pada perlombaan itu. Bagi para guruku, sekolahku bisa mewakilkan peserta
lomba saja sudah membanggakan. Karena memang sekolahku sekolah yang baru.
Mereka mengatakan bahwa yang penting tidak menjadi di urutan terakhir.
Hari
perlombaan pun tiba, aku diboncengkan Bu Tutik menaiki sepeda motor dan juga
temanku yang lain dengan bersama guru-guru lain yang mendampingi. Kami menuju
salah satu SMA Favorit dikota Pati, yaitu SMA Negeri 03 Pati, sekolah itulah
yang menjadi tuan rumah perlombaan. Sesampainya disana aku langsung diantarkan
keruang lomba oleh Bu Tutik, tak lupa beliau memberikan semangat kepadaku. Aku
pun jadi merasa lebih bersemangat sekali, aku merasa Bu Tutik memberi harapan
lebih dariku tak hanya asal-asalan menjadi peserta yang menyertakan nama
sekolahku di dalam daftar peserta lomba itu. Aku senang dengan perhatian dan
bimbingan Bu Tutik, karena memang terasa kala itu dialah guruku yang paling
perhatian denganku dibanding guru lain. Karena memang beliaulah wali kelasku
sekaligus yang mengajariku mata pelajaran Biologi. Aku pun memasuki ruangan
ujian, kulihat banyak siswa dari berbagai SMA yang sudah berada disana. Fikirku
mereka itu adalah siswa-siswi pintar yang telah dikirimkan oleh sekolahnya
untuk mengikuti lomba. Pasti mereka adalah siswa-siswa dari jurusan IPA dan
berada dikelas dua, sedangkan aku adalah siswa dari jurusan IPS yang baru kelas
satu pula. Sempat aku menjadi pesimis dan ragu, pasti aku akan berada di peringkat
paling akhir. Aku khawatir bakal membuat malu sekolahku. Ujian berlangsung
dengan tenang, kulihat semua siswa mengerjakan soal-soal dengan begitu serius.
Aku merasa sepertinya aku adalah orang yang paling tidak terlihat serius kala
itu, aku pun berekspresi seloah aku sedang mengerjakan soal-soal itu dengan
serius supaya terlihat sama seperti yang lain. Ujian pun selesai, aku banyak
ditanyai Bu Tutik tentang bagaimana soalnya. Apakah bisa menjawab dengan baik
atau tidak. Aku bilang bahwa memang ada yang mudah tapi lebih banyak yang
sulit. Kala itu aku hanya berharap nantinya aku tidak menjadi yang terjelek
nilainya. Setelah itu aku banyak berdoa supaya hasinya memuaskan, aku juga
sempat berharap untuk bisa jadi juara. Tapi kurasa itu mustahil bagiku, para
pesaingku itu jauh lebih unggul dariku. Ternyata keraguan doaku itu pun nyata
adanya, pengumuman hasil dari lomba memperlihatkan bahwa para juara itu berasal
dari sekolah-sekolah negeri favorit yang berada dikota. Aku jadi sedih juga
melihat pengumuman itu, tapi dibalik kesedihan itu tak aku sangka banyak dari
guruku justru memberikanku ucapan selamat dan bangga kepadaku. Padahal kala itu
aku cuma berada di peringkat () dari () jumlah peserta seluruh kabupaten Pati. Mereka
merasa bangga karena aku kala itu bisa berada di peringkat tengah, bagi guruku
itu sudah sangat membanggakan. Karena sekolah kami adalah sekolah baru, itu
pertama kalinya sekolahku mengikuti lomba mata pelajaran itu pula. Lagipula
yang aku ikuti juga di lomba mata pelajaran biologi yang sama sekali berbeda jurusan
dengan jurusan sekolahku. Walaupun aku juga baru memperlajarinya sedikit karena
masih berada di awal kelas satu. Guruku mengatakan bahwa aku telah membuat
mereka bangga dan juga membuat sekolah bangga, karena kalau dilihat di tingkat
kecamatan maka peringkatku mengungguli banyak sekolahan yang berada di wilayah
kecamatan Kayen yang sebenarnya sudah lama berdiri dan terkenal lebih berkualitas.
Hingga guruku ada yang mengatakan “Lihat gus, sekolah ini saja kalah denganmu”
dengan menunjukan beberapa sekolah yang peringkatnya di bawahku. Aku pun jadi
ikut tersenyum melihat hasil itu, walaupun aku tidak menjadi seorang juara.
Beberapa
minggu selanjutnya ternyata ada lomba lagi, yaitu lomba Olimpiade se-Kabupaten
Pati. Ternyata lomba itu sama seperti lomba yang kemarin, tapi kata Bu Tutik
bahwa sebenarnya lomba mata pelajaran kemarin itu adalah pemanasan saja
menjelang lomba Olimpiade. Tuan rumah perlombaan kala itu adalah di SMA Negeri
1 Pati, itu adalah SMA terbaik serta terfavorit di kabupaten Pati. Juara-juara
dari lomba kemarin itu juga adalah dari SMA Negeri 1 Pati. Aku pun
mengikutinya, aku senang bisa menginjakan kakiku di SMA Negeri 1 Pati walau
hanya sebagai peserta lomba. Lomba itu aku jalani seperti lomba yang pertama
dan hasilnya pun tak jauh beda. Aku tetap tidak bisa menjadi juara. Tapi
peringkatku kali ini lebih naik lagi, itu membuat para guruku lebih senang lagi
kepadaku.
Aku mulai beranjak ke
kelas dua, aku sudah rajin ke sekolah tidak lagi seperti dulu yang sering tidak
masuk. Itu membuat guruku sangat senang. Di kelas dua itu pula ada peristiwa
yang sangat menarik buatku, yaitu kala mengikuti sebuah lomba mata pelajaran seperti
dulu. Kali ini berbeda dengan yang dulu, beberapa temanku sekelas juga mau
mengikuti lomba. Itu dikarenakan salah satunya mereka melihatku tidak kalah
saing dengan sekolah lain. Awalnya mereka ragu dan takut bakal menjadi peserta
yang gagal dan justru berada di peringkat terakhir di pengumuman lomba. Selain
itu juga karena aku sering mendapat hadiah dari guruku karena mengikuti lomba,
jadi itu mungkin juga memotivasi teman-temanku untuk ikut secara tak langsung. Pada
lomba itu aku tidak memilih mata pelajaran Biologi lagi, tapi aku memilih mata
pelajaran Matematika. Karena dikelas dua itu notabene di jurusanku IPS aku
tidak lagi mendapatkan pelajaran Biologi. Aku pun mulai serius lagi belajar
Matematika sampai waktu lomba pun tiba. Kala itu tuan rumah penyelenggara lomba
adalah di SMA Yos Sudarso Pati, aku sampai disana bersama rombongan guruku. Aku
menuju ruangan untuk kategori mata pelajaran Matematika bersama guru-guruku,
tapi sungguh kami dikagetkan karena namaku tidak ada didaftar peserta lomba. Aku
pun jadi kecewa karena ternyata tidak terdaftar, padahal aku sudah belajar
Matematika dengan serius. Tiba-tiba guruku memberi tahuku setelah mendapatkan
info dari panitia bahwa aku justru terdaftar di lomba mata pelajaran komputer. Guruku yang mendampingiki kala itu adalah Pak
Lagiyo dan Bu Farida, mereka berdua menyuruhku untuk tetap ikut saja. Berusaha
sebisanya, daripada namaku nanti akan berada diurutan terakhir dalam pengumuman
lomba. Tetapi aku tidak bersedia, karena memang aku tidak mempersiakan diri
pada pelajaran Komputer, sedangkan pengetahuanku tentang komputer kusadari
sangat terbatas sekali. Tiba-tiba Pak Lagiyo memberikan sebuah telefon kepadaku,
guruku dari SMA menelfonku. Mereka mengatakan dan menyemangatiku, supaya aku
tetap ikut saja. Tidak apa-apa nanti bisa atau tidak yang penting harus
berusaha. Karena mendapat dukungan dari banyak guru aku pun terpaksa memasuki
ruangan para peserta lomba mata pelajaran komputer. Aku pun masuk dengan
perasaan yang masih sangat ragu. Ujian lomba pun dimulai, benar-benar memang
saat itu aku merasa kesulitan. Bahkan sangat sedikit sekali materi yang pernah
aku pelajari di sekolahku yang ada di soal itu. Sementara kebanyakan dari soal itu
baru pertama kali itu melihatnya, aku berfikir ini materi kelas berapa karena
sangat asing buatku. Tapi aku tak kehilangan ide untuk mengerjakan, memang aku
tidak paham tapi aku putuskan untuk menganalisa soal-soal yang ada. Pasti dalam
soal itu ada banyak soal yang bisa dianalisa berdasarkan logika. Tetapi ternyata
tetap saja sulit sekali dalam mengerjakan dan menemukan jawaban. Sementara itu
kulihat semua peserta terlihat sangat serius sekali mengerjakan. Sedangkan
terasa fikiranku sudah mentok tidak bisa berfikir menemukan jawaban lagi.
Supaya terlihat serius justru aku iseng saja dengan menggambar-gambar dan
mencoret-coret sesukaku diatas lembar coretan yang disediakan panitia. Hingga
aku juga terlihat serius, padahal saat itu aku sedang membuat gambar-gambar
saja. Ujian pun selesai dilakukan. Aku ceritakan pada guruku apa adanya bahwa
memang aku tidak bisa mengerjakan dengan baik. Para guruku pun memaklumiku
tanpa memarahiku. Hari-hari setelah perlombaan itu, aku bersekolah seperti
biasanya. Tiba-tiba aku dipanggil oleh pak Lagiyo. Aku pun menghadap beliau, ada
apa lagi fikirku kenapa dipanggil. Apa karena aku menjadi peringkat terakhir
dalam lomba kemarin. Benar memang kala itu aku dipanggil karena masalah lomba komputer
itu. Pak Lagiyo berkata “Agus, kira-kira kamu dapat peringkat berapa?”. Aku pun
dengan pesimis menjawab “Mungkin diperingkat terakhir ya pak”. Kemudian Pak
Lagiyo memberikan ku sebuah lembar pengumuman, yang kutahu itu adalah lembar
pengumuman lomba yang dulu. “Itu lihat, kamu tidak berada diurutan terakhir”
Pak Lagiyo tersenyum. Aku juga terkaget kala itu saat aku amati bahwa namaku
berada di urutan dua puluh () dari lima puluh peserta. Aku jadi bertanya-tanya
kok bisa, padahal aku tanpa persiapan bahkan bisa dikatakan aku tak punya
persiapan. Kenapa aku bisa mengalahkan beberapa puluh orang dari beberapa
sekolah yang cenderung sudah persiapan dari awal. Aku hanya tak bisa percaya
dengan apa yang aku baca itu.
Efek dari berbagai perlombaan itu ternyata
memberikan banyak pelajaran buatku. Pertama,
dari perlombaan itu membuatku jadi mau lebih berkembang dari pada yang
lain. Rasa ingin menjadi seorang juara itu membuat seseorang mau berusaha
dengan baik. Itulah yang kurasakan, hingga tanpa disadari pun telah membuatku
menjadi lebih menguasai pelajaran dari pada teman-temanku. Kedua, seseorang akan bangga kepada kita tak hanya kala kita
menjadi sang juara. Guru-guruku merasa bangga padahal aku tidak menjadi seorang
juara. Tetapi seseorang merasa bangga kepada kita, kala kita mau berusaha
sebaik mungkin untuk mereka. Bukan hasil yang paling tinggi yang orang lain
harapkan, tapi seberapa besar kita mau berusaha mewujudkan harapan itu. Melihat
kita lebih baik dari orang lain itu membuat mereka senang. Itulah yang
diharapkan oleh guru-guru kita, dan pasti orang tua kita. Ketiga, jika kita menjadi orang yang baik. Maka kita akan mampu
menjadi orang yang mengispirasi dan memotivasi orang lain secara langsung
maupun tak langsung. Awalnya teman-temanku sangat ragu untuk mengikuti lomba.
Tetapi saat aku berani mengikuti lomba dan hasilnya tidak buruk maka teman-temanku
jadi termotivasi untuk ikut juga. Memang banyak orang di dunia ini yang sangat
ragu dengan kemampuan dirinya sendiri, hingga sebelum melangkah saja mereka
sudah menyerah. Seperti orang yang kalah sebelum perang. Untuk mengatasinya
hanya perlu tekad dan keberanian, keduanya dikuti dengan semangat belajar serta
doa kepada Tuhan.
. Hingga menginjak kelas tiga di sekolah itu aku juga selalu mendapat
peringkat tiga besar, dan sering mendapat peringkat satu. Prsetasi itu bisa
membuatku dikenal dan disukai para guru bahkan teman-temanku serta adik
kelasku. Walaupun pada awalnya aku termasuk siswa yang bandel yang tidak
disukai oleh para guruku. Tetapi aku buktikan bahwa aku dapat berubah, dan bisa
berprestasi di sekolah. Serta sejak perlombaan-perlombaan itu membuatku jadi
lebih akrab dengan para guru dan membuat mereka senang, aku telah membayar
kekesalan mereka karena kenakalanku diawal masuk sekolah. Tidak ada kata
terlambat untuk berubah menjadi lebih baik, itulah intinya supaya kita mau
berusaha jadi lebih baik lagi.
0 Response to "Bandel Sering Bolos Namun Membuat Guruku Bangga - Chapter 13 Novel Emak Aku Ingin Kuliah "
Post a Comment