Sebagai mahasiswa penerima beasiswa
bidikmisi, aku mempunyai keinginan untuk bisa bermanfaat untuk negeriku. Kala
itu aku berfikir bagaimana caranya aku akan lakukan itu, di forum-forum
bidikmisi baik secara nyata maupun di dunia maya teman-temanku mereka ramai
berdebat bagaimana pula caranya lakukan itu. Ditambah lagi dengan ceramah para
petinggi di kampusku,
“Kalian itu telah diberikan berbagai
fasilitas untuk bisa kuliah oleh negara, maka kalian pun harus bisa bermanfaat
untuk negara ini sebagai wujud terima kasih kalian.”
Aku berfikir, mungkin ada hal kecil yang
bisa aku lakukan kala itu untuk bisa bermanfaat untuk negara. Aku berpendapat,
setidaknya aku tidak menyia-nyiakan kuliahku yang dibiayai negara. Kuliah
dengan baik dan tak melanggar semua peraturan yang ada. Tidak melakukan hal-hal
yang bisa mencoreng nama baik bidiikmisi. Namun kurasa itu hanyalah hal yang
wajar saja, semua orang bisa melakukannya. Itu hal yang rata-rata, aku pun
berfikir apakah ada hal lain yang bisa aku lakukan. Akhirnya sebuah hal
sederhana terfikirkan olehku,
“Kenapa aku tak berusaha bermanfaaat untuk
masyarakat sekitarku?”
Sebagai seorang yang sudah jadi mahasiwa
mungkin aku bisa lakukan hal kecil yang sebenarnya sangat bermanfaat pada
lingkunganku. Aku pun mulai ingat dengan diriku sendiri, aku ingat lingkunganku
yang sangat minim minatnya untuk bisa bersekolah sampai ke jenjang perguruan
tinggi. Kenapa dari dulu aku tidak memikirkan hal itu. Ada banyak pemuda
sepertiku yang tentu ingin sekolah dan ingin kuliah. Hal yang sama, pasti
banyak diantara mereka yang terkendala oleh biaya. Banyak pula yang seperti
teman-temanku dulu yang pesimis untuk bisa kuliah dengan segala
keterbatasannya. Kenapa aku gak berbagi pengalamanku saja fikirku. Berbagi semangat dan juga berbagi informasi untuk
bisa kuliah.
Suatu hari, ada sebuah acara bidikmisi yang diwajibkan di kampusku. Tak aku sangka, kala itu juga diberikan sebuah pesan dari para pengurus bidikmisi supaya kami para mahasiswa bidikmisi mau menyampaikan informasi tentang bidikmisi di sekolah masing-masing. Hal ini sesuai dengan keinginanku. Tetapi aku berfikir lebih, aku tak hanya ingin berbagi informasi kepada sekolahku saja. Masih banyak sekolah pinggiran di daerahku yang mungkin tidak akan terjamah informasi bidikmisi. Tanpa ragu kemudian aku menulis sms,
“Bagi mahasiswa bidikmisi yang berasal dari
kabupaten Pati, mohon kirimkan nama dan asal sekolah”
Aku sebar sms itu ke teman-teman yang aku kenal, serta beberapa ke adik angkatan yang dahulu pernah aku survei yang kala itu sudah lolos menjadi mahasiswa bidikmisi di Unnes. Meminta mereka menyebar kembali diantara mahasiswa bidikmisi. Berharap akan banyak mahasiswa dari kotaku yang menerimanya dan membalas sms itu. Aku cantumkan nomerku dibawah nomer itu, disertai keterangan untuk bisa melakukan sosisalisasi bidikmisi bersama-sama di daerah Pati. Tak aku duga, apa yang aku harapkan mendapat banyak respon. Puluhan nomer HP mulai terdengar mengirimkan sms untukku. Aku pun dapatkan banyak nama dari berbagai sekolah.
Suatu hari aku pun kumpulkan mereka untuk
duduk bersama pertama kali sesama mahasiswa pati. Aku senang, akhirna aku bisa
berkumpul dengan teman-teman seperjuanganku.Teman-teman seperjuangan dari
kabupaten Pati, walau saat itu yang datang tak seberapa. Jauh dari jumlah yang
sms aku dahulu, banyak yang kala itu berkata berhalangan hadir. Namun mulai
sejak saat itu hubungan antara kami mulai terjalin baik. Rencana untuk berbagi
informasi dan semangat dengan mendatangi sekolah-sekolah di daerah Pati pun
kami bahas. Sejak pertemuan itu, terus berlanjut pertemuan-pertemuan di
kabupaten Pati sendiri. Mulai membahas lebih serius dan segera mengurus
perizinan ke setiap sekolah yang dituju.
Hingga
pagi itu datang, pagi dimana kami akan mendatangi sebuah sekolahan. Untuk
pertama kalinya, kami para mahasiswa bidikmisi dari Pati bergerilya dari satu
sekolah ke sekolah lain untuk mensosialisasikan bidikmisi. Aku pun merasa deg-degan,
jantungku pun berdegup kencang kala memasuki sebuah ruangan kelas. Semua
menatap ke arahku. Menatap diriku yang mulai melangkahkan kaki dan memakai
jaket kuning almamaterku, almamater Universitas Negeri Semarang. Semuanya
nampak terdiam, menanti apa yang akan aku sampaikan. Perasaan ragu dan malu pun
menghinggapiku, apakah bisa menyampaikan informasi bidikmisi atau tidak. Apakah
bisa menyemangati mereka untuk kuliah atau tidak. Hari pertama seperti itu,
pasti semua teman-temanku juga merasakannya di ruangan kelas yang lain.
Aku pun memulai pembicaran dengan mengenalkan diri,
“Assalamu alaikum wa rohmatullahi wa barokatuh”
Setelahnya terdengar riuh jawaban salam yang memenuhi
ruangan, semuanya mulai terdengar semakin antusias menatapku. Aku semakin grogi
dibuatnya.
“Perkenalkan, saya Agus Joko Prasetyo dari Universitas Negeri Semarang. Saya ingin berbagi informasi tentang kuliah kepada kalian.”
Semua mata nampak semakin serius, aku pun mulai
memperlihatkan kepada mereka sebuah layar presentasi yang telah aku persiapkan.
Aku membuka ingatan mereka tentang perjalanan sekolah mereka, dari mulai taman
kanak-kanak. Selanjutnya enam tahun mereka di sekolah dasar, kemudian berlanjut
hingga bersekolah setingkat SMP. Baru memperlihatkan masa-masa SMA yang kini
sedang mereka alami kala itu. Semuanya nampak tersenyum, mungkin di benak
mereka begitu teringat kenangan-kenangan yang mereka alami saat masa kecil
sekolah dulu sebelum SMA. Selanjutnya aku tampilkan berbagai potret fakta
memperihatinkan dari Indonesia. Dimana banyak sekali pemuda yang tak bisa
sekolah. Banyak sekali pemuda yang terpaksa putus sekolah. Banyak sekali
yang terlantar di pinggir jalan.
Jangankan sekolah, makan pun susah. Dari apa yang aku perlihatkan itu diantara
siswa mulai terlihat terenyuh dan ada pula yang mulai menahan air matanya.
Waktu terus berjalan, aku pun meminta mereka bersyukur karena mereka bisa sekolah hingga tingkat SMA. Mencoba menyadarkan mereka, betapa mereka sangat beruntung bisa duduk manis menerima pelajaran di bangku sekolahan. Aku terangkan, begitu banyak pemuda yang ingin sekali seperti mereka. Namun tak bisa karena berbagai halangan. Aku pun mulai menggebu-gebu menyemangati mereka,
“Kalau
kalian sudah menyadarinya, apa yang harus kalian lakukan sekarang?” Mereka
terdiam.
“Maka dari itu, kalian harus bersemangat bersekolah, kalian sangat beruntung bisa sekolah.” Aku menegaskan kembali.
Tampak mereka menerima perkataanku itu, mereka terlihat merenung dalam diamnya. Aku pun semakin aktif bertanya,
“Maka dari itu, kalian harus bersemangat bersekolah, kalian sangat beruntung bisa sekolah.” Aku menegaskan kembali.
Tampak mereka menerima perkataanku itu, mereka terlihat merenung dalam diamnya. Aku pun semakin aktif bertanya,
“Apa rencana kalian setelah lulus nanti?”
Mereka awalnya terdiam, namun kemudian akhirnya terdengar beberapa cletukan yang tak begitu keras.
“Kerja kak, kuliah kak, merantau kak”
Hingga akhirnya terdengar cletukan yang membuat geger
seluruh ruangan kala itu, sebuah cletukan entah dari mana asalnya.
“Nikah
kak”
Sontak terdengar tawa dan mulai ramai suasana kelas
itu, mereka saling lempar kalimat kepada teman mereka.
“Ini yang mau nikah kak, itu yang sudah
dilamar kak, itu yang sebentar lagi nikah kak”
Aku pun tak kuasa menahan senyumku, mendengar
keriuhan kelas pada saat itu. Hingga aku pun menenangkan mereka kembali,
“Siapa yang disini ingin kerja setelah
lulus? Angkat tangan?”. Banyak yang angkat tangan.
“Siapa yang ingin nikah.” Tak ada yang
berani angkat tangan.
“Siapa yang ingin kuliah?”
Lagi-lagi tak ada yang angkat tangan, namun
akhirnya setelah aku tunggu, beberapa tangan mulai terlihat mulai diangkat.
Serta terdengar beberapa cletukan lagi dari mereka,
“Sebenarnya pengen kuliah sih kak, tapi
nggak ada biayanya.”
“Pengen kuliah kak, tapi orang tua tak sanggup.”
“Kuliah sih kepengen, tapi…”
Aku mendengar banyak siswa yang kala itu ingin kuliah,
namun terdengar banyak pula alasan mereka yang mengurungkan niatnya untuk
kuliah. Semuanya, semua alasan yang mereka utarakan tak jauh beda dengan apa
yang aku alami dahulu. Keterbatasan biasa, dukungan orang tua yang kurang,
ketidaktahuan akan informasi dan semangat yang kurang. Kendala utama yang
mereka utarakan adalah keterbatasan biaya untuk bisa kuliah. Hal itu yang
sangat membuat mereka patah semangat. Seakan kuliah itu mustahil bagi orang-orang
yang tak mampu. Hanya sedikit yang beralasan lain, kebanyakan mereka adalah
siswa dari kondisi ekonomi yang mapan.
Aku menyemangati mereka, aku pun mencotohkan diriku sendiri dan beberapa temanku yang lain yang kala itu ada disekolah itu. Mencotohkan bahwa kami juga berasal dari keluarga kurang mampu. Kami berasal dari orang yang tak punya. Kami bisa sekolah karena punya cita-cita dan harapan yang tinggi, dan akhirnya Allah pun membuka jalan dengan adanya beasiswa. Beasiswa bidikmisi yang bisa membawa kami bisa kuliah. Aku pun kemudian menerangkan kepada mereka apa itu beasiswa bidikmisi. Mereka kini sangat antusian sekali, mereka terlihat melihat jalan yang mungkin juga akan bisa membawa mereka kuliah. Aku terangkan kepada mereka bahwa beasiswa bidikmisi itu adalah beasiswa yang membiayai kuliah selama delapan semester untuk lulus sebagai sarjana S1. Beasiswa itu juga memberikan biaya hidup untuk menunjang kehidupan mahasiswa dalam kuliah. Aku katakan kepada mereka,
“Bukankah itu suatu yang sangat menarik.
Kuliah sambil dibayar?.”
Mereka pun tersenyum menanggapinya. Aku terangkan pula
selain beasiswa itu masih ada beasiswa lain yang bisa didapatkan kala kuliah.
Agar mereka ta pesimis dalam mengejar cita-citanya untuk bisa kuliah.
Setelah
berbagai keterangan dan semangat yang aku berikan kepada mereka. mulai
terdengar banyak pertanyaan yang muncul dari mereka. Aku pun sangat senang
menanggapinya, artinya apa yang aku sampaikan tadi mendapat respon yang baik.
Walau ternyata ada pula siswa yang terlihat mengantuk bahkan mungkin tiduran
karena tak tertarik sama sekali. Mereka banyak bertanya,
“Bagaimana
mendapat beasiswa itu?”
“Bagaimana bisa tetap semangat mengejar
cita-cita?”
“Bagaimana cara meyakinkan orang tua?”
“Bagaimana cara meyakinkan orang tua?”
Berbagai pertanyaan itu aku jawab berdasar pengalamanku dulu ketika akan mengejar cita-cita untuk kuliah pula. Hingga akhirnya waktu sosialisasi di kelas itu pun selesai. Petemuan itu aku tutup dengan mendoakan mereka,
“Semoga kalian semua lulus ujian dengan baik dan lancar” kataku.
Seketika semua siswa dengan serentak berkata,
“Amiiin…..” keras dan semangat sekali.
Hari-hari selanjutnya kami pun tetap semangat mendatangi berbagai sekolah, walau hanya sedikit sekolah yang bisa kami datangi di kabupaten Pati. Karena jumlah mahasiswa Bidikmisi yang ikut tak banyak, tak dapat bergabung semua. Hanya belasan orang, karena jauhnya lokasi tempat tinggal mereka serta alat transportasi yang tak memadai. Aku pun hanya bisa meminjam sepeda motor kakakku kala itu untuk bisa kesana kemari menuju sekolah yang kami tuju. Hal yang sangat aku senangi kala itu adalah ketika melihat senyum dan antusias siswa yang bertanya-tanya ingin kuliah serta respon pihak sekolah yang dengan senang hati menerima kami datang ke sekolah mereka.
Tahun berikutnya aku bisa berbagi semangat ke lebih banyak sekolah. Hal itu karena aku telah bergabung dengan salah satu perkumpulan mahasiswa dari daerah Pati, Ikatan Mahasiswa Pati. IMP, itulah sebuah singkatan yang biasa untuk menyebutnya. Dengan bergabung dengan IMP ini, kini aku punya banyak teman lagi. Hingga menambah lagi daftar teman yang aku punya. Selain itu, awal aku bergabung lebih aktif dengan IMP adalah bertujuan untuk bisa ikut sosialisasi dan berbagai semangat ke berbagai sekolah di wilayah Pati. Aku ajak teman-teman dari mahasiswa bidikmisi dari Pati untuk bergabung pula. Awalnya kami yang hanya bisa menyentuh sedikit sekolah, kini dengan bergabung dengan IMP, aku dan teman-temanku dari mahasiswa bidikmisi punya kesempatan lebih untuk bisa ikut mendatangi banyak sekolah di kabupaten Pati.
IMP salah satu organisasi yang terdiri dari
para mahasiswa Pati yang berasal dari Universitas Negeri Semarang. Aku bisa
mendatangi banyak sekolah karena salah satu program kegiatan rutin dari IMP
adalah mengadakan sosialisasi ke sekolah-sekolah yang ada di Pati. Sebuah
program kegiatan sukarela yang kami danai sendiri, tidak ada sponsor ataupun sumbangan
dana dari pihak kampus atau lembaga lain. Sebuah program kegiatan yang memang
dilakukan tanpa pamrih. Sebuah kegiatan yang dilakukan hanya untuk bisa
bermanfaat untuk adik-adik siswa SMA yang akan lulus.
Bersama IMP, aku bisa terus berbagi semangat kepada orang lain. Mungkin itu salah satu cara agar aku bisa bermanfaat bagi orang lain. Tahun kedua aku bersama IMP, tepatnya di tahun 2012 sungguh kepercayaan besar dari IMP memberikan tugas bagiku untuk mengetuai kegiatan sosialisasi di kabupaten Pati. Alhamdulillah aku pun dengan senang hati menerimanya, walau aku sempat ragu karena kampus sudah banyak organisasi yang aku ikuti yang menyita perhatian lebih. Aku tak menyangka lagi-lagi akan mendapat peran menjadi ketua. Namun mungkin itu juga adalah salah satu cara untuk bisa terus berkembang dan memupuk jiwa kepemimpinan di diriku. Aku pun lakukan itu dengan semampuku. Walau akhirnya aku pun menyadari setelah berjalan ternyata aku belum bisa maksimal mengemban peran sebagai ketua, karena kurangnya penunjang mobilisasi yang aku miliki. Aku tidak bisa kesana kemari mengurus berbagai keperluan, karena aku tidak punya kendaraan sendiri. Aku hanya bisa meminjam dari orang lain untuk berkegiatan, namun itu justru juga menambah pula rasa semangat bagiku dan menambah keikhlasan untuk berbuat. Apapun itu, jika disukai dan dilakukan sepenuh hati memang akan terasa menyenangkan walau berat dan banyak kendala.
Kegiatan sosialisasi yang menyenangkan.
Dengan kegiatan ini, aku bisa mendatangi banyak sekolah-sekolah yang dulu aku
anggap favorit kala aku masih berseragam putih abu-abu. Aku tak menyangka, aku
yang seorang dari lulusan sekolah swasta dan pinggiran pula kini mampu
mendatangi sekolah-sekolah favorit di kabupaten Pati. Tak menyangka
kedatanganku juga sebagai seorang mahasiswa, yang juga akan menceramahi dan
menyemangati mereka siswa-siswanya yang terkenal cerdas dan berprestasi. Aku
bisa menginjakan kakiku ke dalam kelas tempat dimana duduknya itu diperebutkan
dulu oleh para lulusan SMP sekabupaten Pati. Kini aku malah bisa beridiri di
depan mereka dan seolah menggurui mereka. Aku pun merasa senang kala itu, dulu
yang sangat berkeinginan bisa bersekolah di sekolah favorit seperti terbayar
juga. Walau hanya saat itu bukan sebagai siswanya, namun perasaan bisa
menjelajah dari satu sekolah ke sekolah yang lain itu yang luar biasa. Serta
lebih luar biasa lagi aku bisa berbagi semangat ke banyak siswa. Diantara
mereka tentu ada yang seperti aku, seorang pemuda yang ingin menempuh
pendidikan tinggi dibalik semua keterbatasannya.
Pertama, kala kita mau
menyadari pemberian orang lain kepada kita. Niscaya kita akan berusaha membalas
pemberian itu sebagai wujud rasa terima kasih. Orang yang tidak tahu berterima
kasih tercermin dari sifatnya yang tidak menghargai pemberian yang telah
diberikan. Mereka tak melakukan apa yang diinginkan oleh yang memberi, jusru
menjadikan pemberian itu sesuatu yang sia-sia bahkan merugikan. Sebagai seorang
yang harusnya pandai-pandai berterima kasih, walau mungkin kita tidak bisa
membalasanya. Tetapi setidaknya kita harus selalu berusaha membuat mereka
tersenyum karena mereka telah mempercayakan suatu hal untuk diberikan kepada
kita.
Kedua, Setiap
orang diberikan kemampuan yang berbeda-beda oleh Allah untuk bisa
bermanfaat kepada orang lain, namun
dengan kemampuan yang berbeda-beda. Walau sekecil apapun, sebenarnya setiap
orang bisa bermanfaat bagi orang lain. Hanya saja tidak setiap orang mau
melakukannya dikarenakan rasa malu, sungkan atau bahkan tidak percaya diri. Padahal
setiap bantuan yang ingin kita berikan pada orang lain, walau sekecil apapun
itu niscaya akan diterima orang lain dengan senang hati.
Ketiga, Banyak
orang yang selalu berusaha menyibukkan diri untuk menyemangati dirinya sendiri
dengan berbagai cara yang beragam. Sebenarnya dengan kita berusaha menyemangati
orang lain, saat itu pula kita sedang menyemangati diri kita sendiri. Karena
pada saat itu, kita akan berusaha lebih semangat dari orang yang akan kita
semangati. Saat itu pula, kata-kata penuh semangat dan motivasi akan keluar
dengan sendirinya. Tetapi kala diri ini selalu menunggu semangat dari orang
lain. Niscaya saat itu pula, saat kita semakin menunggu maka semakin bertambah
pula ketidaksemangatan yang tumbuh pada diri.
0 Response to "Menyemangati Siswa-Siswi SMA Di Pati Bersama IMP dan Bidikmisi - Catatn Sang Bidikmisi Ke-11"
Post a Comment