Setelah kepengurusanku di HIMA PE
berakhir pada tahun 2012. Kemudian aku beranjak beralih ke lembaga kemahasiswaan
yang lebih tinggi tingkatnya, yaitu di tingkat fakultas. Aku ingin bergabung di
Badan Eksekutif Mahasiswa di fakultasku, fakultas ekonomi.
Badan Eksekutif Mahasiswa atau
biasa disingkat dengan kata BEM. Sebuah organisasi lembaga kemahasiswaan
tertinggi di tingkat fakultas. Sebuah organisasi yang sangat diinginkan oleh
banyak mahasiswa untuk bergabung di dalamnya. Banyak tahapan biasanya jika ingin
bergabung BEM dengan lancar dan di prioritaskan. Diantaranya dengan aktif
mengikuti berbagai agenda BEM dan ikut magang di BEM sebelum open rekruitmen
kepengurusan dibuka. Mahasiswa yang magang di BEM, akan turut serta dalam
beberapa agenda BEM selama kurang lebih satu semester. Untuk bisa ikut magang
pun bukan hal yang mudah, harus bersaing dengan ratusan mahasiswa yang
mendaftar. Padahal hanya memperebutkan jatah sekitar lima puluhan posisi
magang. Aku pun dulu pernah ikut magang bersama BEM, sebelum aku bergabung
dengan HIMA PE. Aku juga pernah ikut pendaftaran di BEM FE, namun aku tak
lanjutkan berbagai tahapan seleksinya karena keinginan untuk bisa berlibur ke
kampung halaman. HIngga aku dulu beralih ke HIMA PE yang notabene satu tingkat
dibawah BEM FE.
Setelah selesai di HIMA PE aku pun
berniat kembali untuk bergabung di BEM, mumpung masih dalam posisi semester
tiga. Belum banyak dipusingkan oleh berbagai tugas di perkuliahan. Pendaftaran
BEM pun dibuka, aku mendaftar dengan semangat pula. Bersaing dengan ratusan
pendaftar yang lain. Walau sebelumnya aku pun tak bisa ikut yang namanya magang
atau aktif di berbagai agenda BEM. Namun dari pengalaman yang aku lihat, biasanya
mantan aktifis dari organisasi lain itu pasti akan dipertimbangkan secara
lebih. Aku pun dengan percaya diri mendaftar, apalagi sebelumnya aku pernah
menjadi Kadep di HIMA PE. Tentu menjadi sebuah bekal yang bisa dipertimbangkan
panitia seleksi yang saat itu BEM FE diketuai oleh Prilianto Pambudi. Seorang
mahasiswa semester lima yang berasal dari Semarang.
Seperti biasa, pendaftaran dan
seleksi berupa wawancara dengan beberapa tahap dilakukan. Terlihat para
pendaftar sangat berjubel didepan kantor BEM FE. Terlihat para mahasiswa yang dengan
sangat tegang sambil memegangi lembar formulir yang berisikan riwayat hidup dan
profil masing-masing. Sesekali mereka bercanda tawa sambil menunggu giliran
mereka untuk dipanggil dan diwawancarai. Hingga giliranku pun tiba, aku pun
dengan penuh ketegangan diwawancarai di dalam ruangan. Tak aku kira, aku masih
grogi walau selama ini telah mengikuti banyak tes wawancara seperti itu di
organisasi lain. Hingga akhirnya aku pun selesai, keluar ruangan dengan wajah
optimis pasti aku akan diterima.
Beberapa hari berlalu dan
pengumuman pun tiba. Aku lihat dengan seksama daftar nama yang dipublikasikan
di internet, tepatnya di media sosial Facebook.
Seperti yang aku harapkan, aku berhasil lolos seleksi. Ternyata rasa
optimis dan percaya diri membuatku bisa diterima. Selanjutnya para pendaftar
yang lolos pun dikumpulkan, kami diberi pengarahan dan juga diberi tahu posisi
apa yang akan kami tempati di BEM. Tak jauh beda seperti kala di Hima, aku pun
ditempatkan di departemen Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa (Adkesma). Namun
aku ditempatkan sebagai staf, padahal aku sempat berharap di dalam hati aku
bisa menjadi ketua departemen lagi seperti di Hima. Namun aku sadar, aku adalah
orang baru di BEM. Masih banyak orang lama yang ada di BEM yang mungkin lebih
dianggap pantas untuk mengisi posisi itu. Hingga aku mengetahui, ketua
departemenku saat itu adalah seorang perempuan. Dia mengenalkan diri bernama, Devi Yuliana Pangestika. Seorang mahasiswi yang
juga kakak tingkatku, yang selanjutnya aku biasa memanggilnya dengan mbak Devi.
Waktu
terus berlalu, perjalanan bersama BEM FE memberikanku banyak teman baru. Walau
terasa keakraban yang terjalin masih terasa kurang. Aku merasa sifat
individualis di masing-masing departemen justru sangat terlihat. Kerja sama
antar departemen justru terlihat minim, dan yang terjadi adalah persaingan
antar departemen. Hingga seolah sebuah rasa kebersaaan itu tak terjalin
diantara semua pengurus BEM. Aku hanya bisa akrab tak lebih dari sebagian
pengurus, sebagiannya lagi hanya sekedar kenal saja. Hal itu pun aku rasakan
saat berada di dalam departemenku Adkesma, walau di departemen masih terlihat
cukup akrab. Baru ketika ada agenda-agenda besar di BEM, kerja sama baru
dibangun kembali. Namun keakraban secara informal itu masih saja terasa kurang.
Keakraban
di dalam tubuh BEM FE saat itu aku rasakan kurang solid, ntah mengapa hal itu
terjadi. Atau jangan-jangan aku saja yang merasakannya. Hingga aku merasa
hubungan antar organisasi justru semakin kurang akrab lagi. Seolah persaingan
kegiatan itu lah yang terjadi. Hal yang menyebabkan kefanatikkan terasa timbul
di hati. Aku pun sudah merasakan itu sejak kala di Hima, merasakan bahwa antar
organisasi kurang akrab. Sehingga kerja sama antar organisasi jarang terjalin. Namun
aku siasati itu, aku mencoba bergabung dengan banyak organisasi sekaligus saat
itu. Hingga jarak antara aku dengan organisasi yang aku ikuti satu dengan yang
lainnya tetap aku rasakan keakraban. Walau ntah yang dirasakan oleh seorang
aktifis yang hanya ikut satu organisasi. Di BEM aku pun mengusulkan sebuah
agenda baru, aku namai itu dengan FE Together. Sebuah acara olahraga
bersama-sama, outbond bareng-bareng teruntuk semua aktifis dari berbagai
organisasi yang ada di FE. Aku berharap itu bisa merekatkan kerja sama antar
organisasi.
Waktu
bersama BEM FE terus berjalan, hingga akhirnya aku temukan keakraban yang
selama ini aku rindukan. Hal itu aku rasakan kala kedatangan para mahasiswa
magang di semester kedua kepengurusan di BEM. Pada saat itu pula aku mendapat
posisi baru di BEM, menggantikan mbak Devi untuk sementara menjadi Kadep
Adkesma. Karena dia akan melaksanakan PPL dan KKN. Sejak kedatangan para
mahasiswa magang inilah aku merasa lebih hidup, Adkesma mulai ramai dan akrab. Walau
memang masih terasa di lingkup keseluruan BEM masih saja individualis per
departemen.
Adkesma
bersama para mahasiswa magang ini pertama kalinya di BEM FE mengadakan acara
seminar pencegahan dan penanggulangan narkoba dan Aids. Keakraban pada saat
agenda inilah yang sangat terbangun. Aku pun senang bisa memimpin mereka dalam
acara itu. Sebagai ketua Panitia sekaligus ketua departemen untuk sementara.
Ternyata saat menjadi ketua, aku bisa berbuat lebih maksimal untuk merekatkan
anggota-anggota Adkesma. Karena bisa memberikan kebijakan dan usulan tanpa rasa
takut, karena itu justru menjadi tanggung jawab. Saat itu aku merasa memang
terasa lebih seru jika menjadi pemimpin. Aku merasa lebih hidup di dalamnya.
Bisa melakukan banyak hal untuk organisasiku. Tak seperti dulu saat jadi staf
hanya bisa usul dan mempunyai ide yang kadang tak berani diungkapkan.
Perjalanan bersama BEM pun akhirnya
akan segera berakhir. Aku pun punya rencana besar kedepannya, aku ingin menjadi
ketua BEM selanjutnya. Mengantikan Mas Prilianto Pambudi. Namun aku merasa
memang itu akan terasa berat, sainganku pasti orang-orang hebat dan juga
aktifis yang sangat berpengaruh di FE. Pendaftaran menjadi ketua BEM pun
dibuka, aku pun mendaftar dengan semangat tak begitu ragu ntah bakal terpilih
atau tidak. Hal itu karena aku mempunyai banyak latar belakang kenapa aku ingin
menjadi ketua BEM.
Pertama, aku ingin menjadi seorang pemimpin. Dari dulu
sejak kecil, SD, MTs, dan SMA aku ingin menjadi sosok orang yang bisa memimpin
orang-orang di sekitarku. Hal itu pun sering kali terwujud, ntah jadi pemimpin
secara formal atau hanya pandangan dan label dari teman-temanku bahwa
aku lah pemimpin mereka. Tapi secara
formal, dahulu aku justru sering menolak
untuk dijadikan pemimpin oleh teman-temanku.. Fikirku apapun jabatanku, aku
tetap diakui bahwa aku lah pemimpin mereka. Namun lambat laun, aku merasa jabatan secara formal itu justru akan
membantu untuk menunjang posisi kepemimpinan. Hal itu karena saat aku merasa
dibebani suatu tanggung jawab yang harus aku lakukan, maka saat itulah rasanya
begitu menyenangkan dan lebih bersemangat. Maka dari itu, aku senang jika harus memimpin
orang lain.
Kedua, banyak
orang yang mengharapkanku jadi ketua BEM FE saat itu. Sebelum pencalonan dibuka, sangat banyak orang yang
memintaku untuk memimpin BEM FE selanjutnya. aku tak tahu persis alasan
mereka. Tapi yang jelas mereka tak ada yang aku paksa, aku juga tak
gembor-gemborkan keinginanku untuk mencalonkan diri menjadi ketua BEM. Tetapi
itulah pendapat umum, isu bahwa aku akan nyalon sampai terdengar hingga lain
fakultas padahal saat itu sama sekali aku belum memproklamasikan untuk mencalonkan
diri. Bahkan banyak ketua dari berbagai organisasi entah dari dalam FE atau
luar FE yang secara diam-diam mendukungku. Mereka menasehati dan menyemangatiku
untuk segela mencalonkan diri. Hal itu
yang membuatku sangat tersemangati. Para ketua yang notabene sangat berpeluang
jadi ketua BEM malah memintaku, itu diluar dugaanku. Selanjutnya dari
orang-orang yang dekat denganku. Pertama beberapa temanku dari para anggota Eksis Rohis FE, aku senang sekali dengan ini.
Mereka begitu bersemangat menyuruhku, bahkan memintaku segera mempersiapkannya
padahal waktunya masih lama. Kedua, dari temen-temen seperjuanganku bidikmisi FE. Mereka sangat antusias
mendukungku, aku merasa aku begitu dekat dan akrab dengan
mereka. Ketiga, teman-teman sekelasku PAP B yang selalu menyertaiku. Keempat,
teman-temanku mahasiswa dari kota kelahiranku yaitu Kabupaten Pati. Mereka yang tergabung dalam IMP (Ikatan Mahasiswa Pati). Mereka
banyak memberikan dukungan, walau
kebanyakan dari mereka tidak dari FE. Hingga, banyak
yang beranggapan bahwa aku sudah menang massa sebelum pemilu dilaksanakan.
Ketiga, aku ingin menyemangati orang-orang yang kurang
mampu sepertiku untuk bisa dan berani maju kedepan lebih dari yang lain.
Perasaan ini sungguh kuat, sering aku melihat dan mengamati orang-orang yang
kurang mampu sepertiku mereka seolah diam dalam organisasi. Menjadi pengikut saja fikirku. Seolah mereka takut untuk bisa
bersaing. Dulu aku juga berfikit seperti itu, apakah aku bisa bersanding dengan
orang-orang lain dan mampukah aku bisa
bergerak seperti mereka yang punya dukungan dana dan materi.
Keempat, aku menginginkan terciptanya kebersamaan dan keharmonisan
antar lembaga kemahasiswaan di FE. Pada
saat itu dalam pencalonan ketua BEM FE di tahun 2013 itu ada dua calon
lain yang juga mendaftar. Mereka adalah pesaingku. Dua calon itu semuanya juga
dari internal BEM FE, sama sepertiku. Mereka berdua adalah Galang dan
Zaenul. Namun keduanya adalah seorang ketua departemen di BEM,
karena sudah dua tahun ini mereka di BEM. Hanya aku yang awalnya hanyalah
seorang staf biasa. Baru menjadi pengganti sementara Kepala Departemen yang
saat itu tengah melaksanakan PPL dan KKN. Aku menjadi pelaksana tugas
menggantikan Mbak Devi namanya, Kepala Departermen Adkesma BEM FE.
Terkadang
aku pun merasa heran, kenapa sering kali aku bersaing dengan orang-orang hebat.
Aku disandingkan dengan orang yang jabatannya lebih tinggi dariku. Walau
demikian itu, ntah mengapa aku tetap percaya diri. Aku berfikir, tentu aku juga
punya kesempatan yang sama. Di sisi lain perbedaanku dengan mereka adalah bahwa
Galang dan Zaenul hanya berorganisasi di BEM FE
kala itu ditingkat FE. Sedangkan aku telah
mengikuti tiga organisasi lain saat itu. Aku masih menjabat menjadi menjadi
ketua Imbisi, Kadep Syiar di Eksis, serta staf di Kime. Hal itu aku lakukan,
bukan karena aku ingin mencari massa sebanyak-banyaknya. Namun karena aku
menginginkan jika aku terpilih nanti menjadi ketua BEM FE maka aku sudah akrab
dengan organisasi-organisasi lain. Suatu langkah jangka panjang yang aku
persiapkan dari dulu, karena dari awal berorganisasi dulu aku sudah
berkeinginan untuk menjadi seorang ketua BEM.
Masa-masa
pendaftaran pun selesai dilaksanakan. Semua persyaratan telah aku penuhi dengan
baik. Syarat-syarat adminsitratif yang begitu banyak. Mulai dari Kartu Tanda
Mahasiswa (KTM), surat keterangan sehar dari dokter, bukti pengumpulan dukungan
dari masing-masing jurusan dan program studi dan lain-lain. Hal itu mudahaku
penuhi, karena aku punya banyak teman di berbagai jurusan. Namun ada satu yang
sempat menghambatku, yaitu surat keterangan tidak aktif dari berbagai organisasi
yang saat itu aku ikuti. Syarat itu dimaksudkan supaya organisasi-organisasi yang
ada itu tidak dipolitisasi untuk kepentingan pemilihan ketua BEM. Tiga organisasi yang aku ikuti, BEM, Eksis dan
juga Kime dengan mudah aku dapat. Bagiku itu sudah terasa cukup. Karena tiga
itu yang merupakan organisasi formal di FE, namun ternyata aku juga diminta
mengundurkan diri untuk sementara di Imbisi FE. Namun aku menolaknya, karena
Imbisi bukanlah organisasi formal yang ada di lembaga kemahasiswaan FE. Bahkan kami
berdiri dan berjalan tanpa pendanaan dari FE. Akhirnya pantia seleksi tidak
bisa memaksaku untuk mundur dari Imbisi. Mungkin mereka mengira bahwa aku akan
menggerakkan seluruh anak bidikmisi di FE untuk memilihku. Namun aku tidak
melakukan itu.
Pemilihan
ketua BEM dilaksanakan serentak bersama pemilihan ketua Hima yang ada di
fakultas Ekonomi. Layaknya pesta demokrasi yang ada di Indonesia yang berupa
Pemilu. Saat itu juga istilah itu yang dipinjam dalam pemilihan ketua BEM dan
Hima, namanya pemilu juga. Disertai dengan embel-embel dibelakangnya Pemilu KM
FE Unnes. Singkatan dari Pemilihan Umum Keluarga Mahasiswa Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Semarang. Seperti halnya pemilu di Indonesia, ada masa-masa
kampanye dan ada juga hari tenang bahkan ada pula tim sukses masing-masing
calon. Kedua rivalku saat itu Galang dan Zaenul terlihat mempunyai tim sukses
masing-masing. Diantaranya juga ada yang terlihat didanai oleh organisasi
tertentu, organisasi luar kampus. Beda denganku, aku tak punya tim sukses.
Namun sama saja karena aku punya banyak teman yang membantuku, bedanya tak
terstruktur menjadi tim sukses.
Menjelang
hari H pemilihan, terlihat beberapa
spanduk dan poster memenuhi berbagai sudut
fakultas Ekonomi. Termasuk spanduk yang bergambar fotoku yang terpampang dengan
narsis percaya diri. Dengan jargon yang awalnya buatku sangat bingung memilihnya.
Hingga akhirnya memakai singkatan namaku sendiri sebagai pilihannya. Agus Joko
Prasetyo, AJP. Aspiratif Jujur Peduli, itulah jargon disamping fotoku yang
berlatar belakang bendera merah putih. Aku pun senang melihat fotoku terpampang
seperti itu. Rasanya bangga juga aku bisa bersanding dengan calon lain untuk
memperebutkan posisi ketua BEM di FE. Aku senang, walau aku seorang dari anak
beasiswa yang dari pelosok desa namun bisa bersaing dengan yang lain. Bersaing
menjadi pemimpin untuk mahasiswa-mahasiswa dari berbagai penjuru negeri.
Selain
senang, dibalik itu ada hal lain yang membuatku sedih. Hal itu dikarenakan
tiba-tiba ada para pendukung utamaku yang tiba-tiba mengatakan tidak bisa
mendukungku karena suatu alasan yang tak bisa mereka jelaskan. Bahkan mereka
juga terlihat ada yang terpaksa untuk mendukung calon lain. Padahal dahulunya
mereka adalah orang-orang yang menyuruhku mendaftar calon ketua BEM. Selain itu
ada lagi orang-orang yang tiba-tiba minta maaf padaku. Saat aku tanya, mereka
pun diam tanpa menjelaskan apa kesalahannya. Aku pun merasa ada yang salah saat
itu, apa yang terjadi ntahlah. Pasti ada sesuatu yang mereka sembunyikan, dan
aku sadar bahwa sat itulah aku mulai mengenal politik lebih nyata. Ada
perpolitikan yang berjalan di dalam pemilu saat itu. Ada lagi hal lain yang
membuatku gelisah, mulai terlihat isu-isu buruk yang menghantamku di media
sosial. Ada pula kritikan dan pertanyaan pedas yang terpaksa aku jawab demi
menjaga namaku. Oh ternyata inilah yang namanya politik, namun aku senang
karena aku selalu berusaha lakukan semuanya dengan baik dan benar.
Kampanye
pun dilaksanakan, setiap calon berorasi di depan ratusan mahasiswa. Aku pun
dengan senang hati mengikutinya. Walau aku sangat grogi dan deg-degan
dibuatnya. Menghadapi banyak pasang mata yang menatap tajam setiap gerak-gerikku.
Mendengarkan setiap kata yang aku ucapkan. Aku berdiri meghadap banyak orang,
senang juga rasanya aku bisa seperti itu. Satu langkah yang aku lakukan untuk
satu harapanku untuk menjadi ketua BEM. Dengan berjaket almamater berwarna
kuning aku mulai menyampaikan visi misiku, terlihat beberapa orang mulai
menyuarakan namaku dibalik kerumuman mahasiswa. Oh ternyata ada pendukungku
saat itu yang dengan senang hati menontonku. Ntah kenapa saat itu aku sangat
grogi. Hingga sering kali aku bingung harus berkata apa. Padahal biasanya
aku tak segrogi seperti itu jika berhadapan
dengan banyak orang. Selanjutnya, setiap calon pun mendapatkan berbagai
pertanyaan dari para mahasiswa. Semua menjawabnya sesuai visi misi mereka. Hingga
akhirnya kampanye secara terbuka itu pun selesai dilaksanakan.
Waktu
pemilihan pun tiba, seperti halnya pemilu di Indonesia. Para mahasiswa
disediakan bilik suara untuk memilih, namun tidak ada kertas suara. Para
mahasiswa memilih secara online di computer yang disediakan. Terlihat banyak
mahasiswa yang datang untuk memilih, walau aku tak tahu mereka akan memilih
siapa. Hingga sore hari waktu pemilihan pun ditutup. Baru malam harinya
diumumkan. Aku datang di ruangan yang telah ditentukan panitia. Terlihat ramai
sekali, terlihat pula para calon yang lain. Baik dari calon ketua BEM dan para
calon ketua Hima. Semuanya nampak berpakaian rapi sekali. Terasa hanya aku yang
berpenampilan apa adanya, aku merasa pakaianku paling sederhana diantara
mereka. Ada yang memakai kemeja dan berdasi dengan rapi. Sedangkan aku hanya
memakai pakaian batik yang biasanya aku pakai. Memang saat itu aku tak mempersiapkan
pakaian yang spesial untuk malam itu. Aku berpakaian biasa saja.
Panitia
memberikan sambutannya, serta melaporkan berbagai hal sebelum hasil suara
pemilihan di umumkan. Setelahnya dari birokrasi fakultas pun memberikan
sambutan dan pesan kepada kami semua yang hadir. Saat itu ada puluhan bahkan
mungkin ratusan orang yang hadir di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Mereka
adalah para pendukung para calon masing-masing. Saat itu yang memberikan
sambutan adalah Pak Bambang Pris Hardoyo, beliau adalah Pembantu Dekan bidang
kemahasiswaan di fakultas Ekonomi. Dia banyak berpesan kepada kami semua. Terutama
bagi para calon ketua. Beliau berpesan supaya tetap menjalin kerukunan dan
persahabatan setelah pengumuman itu di beritahukan. Aku pun merasa tak sabar
untuk melihat hasil perolehan suara.
Waktu
yang aku tunggu tiba, panitia memperlihatkan hasil pemilihan secara online
tadi siang. Terlihat sang operator mulai mengotak-atik komputernya. Menampilkannya
di sbuah layar LCD yang dibentangkan di depan orang-orang yang hadir. Tak aku
sangka ternyata data pengumumannya juga online. Terlihat pula harus memasukkan
password yang khusus untuk membukannya. Mungkin hal itu dilakukan supaya sistem
online yang ada tidak mudah ditembus pihak yang ingin curang. Waktu pun berlalu
begitu mengangkan, hingga akhirnya pengumuman pun terlihat. Hasil perolehan
suara terpampang jelas di depan layar. Ternyata aku mendapatkan suara di peringkat
kedua. Bukan aku yang terpilih menjadi ketua BEM FE, tetapi Zaenul Qomar. Sementara
Galang berada diurutan ketiga. Aku pun sempat sedih dan kecewa rasanya. Aku
belum berhasil menjadi ketua BEM FE.
Waktu
berlalu dengan suasana hatiku yang sedih dan gelisah. Setelah pengumuman itu
banyak sms yang masuk di hpku. Rata-rata is isms itu berisi pesan yang menyemangatiku
untuk tidak terlalu bersedih tentang hasil pemilu itu. Namun faktanya aku tetap
sedih. Hal itu karena salah satu harapan besarku tak terwujud. AKu tidak
berhasil mewujudkan harapanku itu. Rasanya benar-benar serasa tenggelam dalam
harapanku sendiri. Aku pulang ke kosku dengan gundang dan gelisah. Rasa sedih
menghantuiku. Ada perasaan merasa gagal karena tak berhasil menjadi ketua BEM. Aku tak mampu membendung kekecewaanku kepada
diri sendiri. Kenapa aku tak berhasil, hingga akhirnya aku sadar setelah
memahami bahwa memang semuanya adalah kehendak Allah SWT. Allah belum meridhoi diriku untuk menjadi
ketua BEM. Dia menentukan orang lain untuk memimpin BEM FE, bukan aku. Banyaknya
sms yang masuk pun menyemangatiku, memberikanku motivasi. Hal itu juga
menyadarkanku ternyata masih banyak orang yang peduli padaku. Ternyata dari
awal memang banyak orang yang peduli padaku. Aku pun merasa aku punya banyak
teman.
UNTAIAN HIKMAH
Pertama, saat kita sudah
mempunyai kemampuan dan pengalaman pada diri kita. Niscaya lingkungan dan orang
lain disekitar kita akan mempertimbangkan posisi kita. Ya, seseorang akan
dihargai karena punya kemampuan dan pengalaman. Hal itu lah yang aku rasakan
saat mendaftar BEM, berbekal pengalaman dan kemampuan di Hima PE sebelumnya.
Kemungkinan itu yang paling dipertimbangkan dari tim seleksi BEM. Maka memang
seharusnya kita selalu menempa kemampuan diri, serta selalu berusaha
mendapatkan pengalaman lebih di hidup kita. Tak berpangku tangan
bermalas-malasan menunggu pengalaman dan kemampuan itu datang sendiri. Karena
hal itu adalah suatu yang mustahil.
Kedua, keakraban adalah salah hal yang sangat membuat organisasi lebih hidup. Tanpa sebuah keakraban maka tingkat kenyamanan para anggota pun minim. Hingga tak jarang para anggota organisasi itu justru bekerja setengah-setengah karena tidak terlalu bahagia dengan organisasi yang diikutinya. Begitu juga seperti organisasi, hubungan pertemanan, persahabatan bahkan hubungan lainnya akan terasa menyenangkan jika adanya keakraban antar satu sama lain. Keakraban menjadikan kenyamanan untuk bersama. Rasa betah yang membuat mereka ingin berlama-lama bersama orang-orang yang akrab itu. Hingga seolah pekerjaan yang dilakukan bersama itu justru menyenangkan bukan terasa seolah menjadi beban.
Ketiga, seseorang akan sangat bersemangat melakukan suatu hal jika banyak orang disekitarnya yang mendukungnya melakukan hal itu. Seseorang juga akan merasa bahagia, saat dia mampu mewujudkan apa yang diinginkan oleh orang-orang disekitarnya. Begitulah yang kiranya aku rasakan, saat banyak temanku yang memintaku untuk mendaftar menjadi calon ketua BEM. Rasanya hal itu sangat menyenangkan.
Keempat, rasa senang itu bukan hanya dirasakan oleh seseorang yang
berhasil meraih harapn-harapannya. Bukan hanya dirasakan oleh orang-orang yang
berhasil meraih cita-citanya. Namun seseorang yang tak berhasil meraih
harapan-harapannya pun juga merasakan rasa bahagia. Yaitu mereka bahagia karena
menikmati setiap tahap dan setiap proses dimana ia menuju mewujudkan harapan-harapannya
itu. Hal itu lah yang aku rasakan, berharapa menjadi ketua BEM. Walau tak
berhasil namun aku merasa senang, perjalanan dan usaha yang aku lakukan itulah
kenikmatan yang aku rasakan. Memang benar bahwa proses itu lebih berharga
daripada hanya sekedar hasil. Dari itu,
maka kita perlu menikmati setiap proses dalam kehidupan ini. Karena setiap
orang pasti mengalami tahapan hidup yang berbeda. Sayangnya banyak orang yang
tak menikmatinya. Yaitu mereka yang selalu mengeluh terhadap hidupnya,
senantiasa membandingkan hidupnya dengan orang lain. Salah satu cara menikmati
hidup adalah dengan mensyukurinya, menikmati semua pemberian Allah yang telah
diberikan kepada kita dengan sebaik-baiknya.
Kelima, sungguh
beruntung orang yang bisa mempunyai banyak teman. Dengan banyaknya teman, maka
semakin banyak pula senyum yang akan menghiasi hari-hari yang kita miliki.
Dengan semakin banyak teman, maka semakin banyak pula yang akan menyemangati
kita saat kita terpuruk. Semakin banyak pula orang yang akan memotivasi kita
saat kita terjatuh. Semakin banyak pula orang yang menghibur kita saat kita
bersedih. Hal itu lah yang aku rasakan, saat aku merasa bersedih karena tak
berhasil terpilih menjadi ketua BEM. Ternyata banyaknya teman yang aku punya,
mampu memberikan warna tersediri yang membuatku kembali semangat dan tersenyum
kembali. Maka perbanyaklah teman yang ada di hidupmu, karena mereka akan
memberikan tambahan warna-warni di kehidupan yang kita jalani ini.
0 Response to "MENCALONKAN DIRI JADI KETUA BEM - Catatan Bidikmisi ke-12"
Post a Comment