Chapter 5 - Pengakuan Silfi
-------------------------
Vika masih terdiam cukup lama dalam tangisnya, Silfi terus bertanya sambil mencoba menenangkan Vika. Hingga akhirnya suara Vika pun terdengar mengagetkan Silfi. Sebuah pertanyaan yang tak pernah disangka-sangkanya. Pertanyaan dari Vika yang memaksanya terdiam untuk waktu yang cukup lama.
“Vika, sebenarnya ada hubungan apa kau dengan Pras??” tanya Vika.
“Sebenarnya aku dan Pras itu hanya sebatas teman kok, tapi ….” Jawab Silfi.
“Tapi apa Fi?”
“Emmm jauh sebelum ia berpacaran denganmu, ketika awal kuliah dulu. Ia sempat bilang suka padaku.”
”Kalian pernah pacaran?”
“Enggak, enggak kok. Aku tak membalas perasaannya itu, aku tetap menganggapnya sebagai teman. Lalu aku senang ketika mendengar kabar ia menjadi pacarmu. Aku pun tak masalah dengan itu.”
“Kau jujur kan Fi?”
“Iya tentu saja, ngapain aku berbohong. Sejak pacaran dengamu setahun yang lalu, ia juga sudah jarang sekali mengkontak aku. Baru di acara ini lagi, aku dan dia bertemu kembali.”
Vika kemudian memeluk Silfi, ia meminta maaf karena sempat berpikir negatif tentang sahabatnya itu. Walau ia agak kecewa karena baru kali ini ia diberi tahu Silfi bahwa Prass dulu pernah mencoba memacarinya. Mengapa ia tak cerita dari awal. Vika kemudian agak tenang ketika ia menganggap bahwa Silfi pasti punya alasan sendiri mengapa tak bercerita. Bisa jadi memang untuk menjaga perasaan Vika agar tidak sedih atau khawatir.
“Eh ya, kenapa tadi kamu tiba-tiba menangis? Gara-gara Pras? Ada masalah?”
“Iya tadi aku sempat bertemu dengan dia, ya ia menjengkelkan pagi ini. Hingga aku jadi menangis seperti ini.” Vika menyamarkan cerita yang sesungguhnya agar Silfi tidak merasa terganggu dengan kisah sebenarnya.
”Hemmm kamu lucu ya, hehehe.” Silfi malah tertawa kecil mendengar pengakuan Vika itu.
“Kok malah ditertawain.”
“Iya kamu itu dengan Pras seperti anak kecil, dikit-dikit berantem dikit-dikit nangis. hehehe”
“Hemm dasar kamu sahabat aneh, temen nangis gini malah diledekin.” Mendengar jawaban Vika seperti itu mereka jadi tertawa kecil bersama pagi itu.
“Cieee ada yang baru mewek nih.” Celetuk Putri yang tiba-tiba masuk kamar. Ternyata dari tadi ia mendengarkan cerita mereka dari depan kamar.
“Apa sih Put, biasa aja kali.” Jawab Vika seketika sambil mengusap air matanya.
“Ya cowok lu itu memang playboy, tinggalin saja kalau saranku sih.”
“Maksud kamu tiba-tiba ngomong gitu apa Put?” Vika tiba-tiba jengkel.
“Ya secara diriku juga sudah kenal lama dengan Pras. Aku ini sekampung sama dia. Eh ya aku dan Ulfa itu juga sama-sama satu sekolah dengan dia saat SMA. Sebagai temenmu, ya ngasih saran aja. Sedangkan kalian berdua kan mungkin pas kuliah ini baru kenal dia. Atau jangan-jangan baru kenal pas ikut gabung Ikatan Mahasisa Pati ini.”
Vika pun kebingungan mau membalas dengan kalimat bagaimana dari ucapan Putri tersebut. Secara memang benar yang ia katakan. Ia juga baru tahu jika mereka itu ternyata satu kampung dan pernah satu sekolahan. Walaupun agak jengkel dengan Putri, di sisi lain ia juga merasa penasaran dan sebenarnya ingin banyak tanya tentang Pras. Apalagi sejak kejadian tadi di danau. Namun karena sudah terlanjur jengkel, ia hanya mengiyakan kalimat-kalimat yang keluar dari mulut Putri. Ia berpikiran mungkin suatu saat nanti ia bisa bertanya pada Ulfa saja. Kelihatannya si Ulfa itu lebih kalem dan tidak ceplas-ceplos seperti si Putri.
“Put, ya kali aja Pras sudah berubah. Beda dengan saat dulu kamu kenal.” Silfi tiba-tiba menyahut.
“Ya bisa juga sih, namun ya kurasa cowok itu gak semudah itu bisa berubah. Apalagi si Pras, pas SMA saja sering banget ganti-ganti pacar. Iya sih iya memang ia ganteng dan pinter, jadi wajar saja banyak yang suka.”
“Kok kamu jadi semangat banget membongkar masa lalu Pras di depanku?” Tanya Vika.
“Ya agar kamu gak jadi korban berikutnya saja. Tahu pas acara ini ternyata kamu adalah pacar Pras, aku jadi kasihan sama kamu.”
“Pras sudah banyak berubah kok, ia tak seburuk yang kamu ceritakan.” Bela Vika, walaupun sebenarnya ia terpengaruh juga dengan ucapan Putri.
Walau Vika sebenarnya masih merasa sakit hati dengan Pras, tetapi ia tidak suka jika pacarnya itu dijelek-jelekkan. Apalagi Putri tidak nampak seperti ingin memberi saran, namun terkesan ingin membongkar kebusukan Pras. Entah itu benar atau tidak. Sementara bingung juga di tengah pembicaraan Vika dengan Putri itu. Ia jadi menghela napas dan berpikir mengapa drama orang yang berpacaran bisa seperti ini.
“Jangan malah marah denganku lho Vik, aku gak bermaksud buruk padamu.” Ucap Putri yang menyadari bahwa raut wajah Vika nampak jengkel kepadanya.
“Iya gak papa, terima kasih atas ceritanya.”
“Oke-oke semua, daripada canggung gini mending kita nyusul Ulfa yang sudah pergi ke tempat makan anak-anak yang lainnya.” Ucap Silfi memecah suasana.
--------------------------
Di tempat makan nampak sudah banyak yang sudah berkumpul, memang ada lima puluh tiga mahasiswa yang ikut acara yang diadakan Ikatan Mahasiswa Pati tersebut. Mereka semua berasal dari kabupaten Pati, acara seperti ini memang diadakan rutin setiap tahun. Acara kali ini diadakan pas liburan akhir semester, tujuannya agar saling akrab dan mengenal antar sesama mahasiswa Pati yang kuliah di Universitas Negeri Semarang. Walau target peserta acara ini adalah lebih dari seratus peserta, tapi ternyata banyak mahasiswa yang lebih suka langsung pulang kampung ketika liburan.
Pada salah satu sudut tempat makan itu, nampak Setyo begitu antusias mengecek makanan-makanan yang telah ia pesan dari penduduk sekitar penginapan. Ia yang kebagian mengurus konsumsi menginginkan agar makanannya bisa tersaji dengan baik dan tidak ada yang tidak kebagian. Di sela-sela acara makan tersebut, terdengar suara Jaka yang menggunakan pengeras suara. Terlihat ia ingin menyampaikan sesuatu.
”Selamat pagi teman-teman semua. Saya ingin menyampaikan sedikit pengumuman terkait kejadian yang menimpa teman kita Pras kemarin. Saat ini kami sudah melaporkan kejadian itun ke pihak desa agar segera ditindak lanjuti. Untuk saat ini untuk menjaga diri, saya mohon bagi teman-teman semua agar tidak keluar di tempat yang sepi dengan sendirian. Selalulah bersama teman-teman, insya’allah kita bisa tetap aman. Tenang saja, hari ini adalah hari terakhir setelah tiga hari kita berada disini. Besok kita bisa pulang dan bisa kembali ke rumah masing-masing. Kutahu pasti kalian sudah rindu ingin pulang. Untuk kegiatan hari ini, kita akan bakti sosial ke penduduk desa. Kita jalan kaki kesana, ya sekitar tiga kilometer saja kok. Santai saja, sambil jalan kaki kita bisa melihat pemandangan yang indah dari atas pegunungan ini. Lalu malamnya di puncak acara, kita buat api unggun besar di atas tanah lapang samping danau sana sambil bersuka ria.”
Sebagian dari peserta sudah ingin segera pulang, apalagi karena ada kejadian yang menimpa Pras. Hampir semua peserta merasa khawatir dan dilanda kecemasan. Pada awalnya acara siang itu agendanya adalah penanaman pohon di lahan gundul ditengah hutan di seberang danau. Namun karena untuk mengurangi rasa kecemasan peserta, setelah berkoordinasi dengan pemerintah desa. Akhirnya mereka sepakat menanam bibit yang ada di area desa.
--------------------
“Pak Andi, apakah sering kejadian disini kasus-kasus kejahatan seperti yang teman kami alami?” tanya setyo kepada Pak Andi penjaga penginapan.
“Gak ada, disini aman-aman saja. Bahkan malam hari sekalipun kamu lewat sendirian di jalan, gak bakal ada begal dan semacamnya.”
“Menurut bapak, siapa pelaku yang menyerang temanku itu?” Setyo agak pelan bertanya, khawatir ada mahasiswa lain yang mendengar pertanyaannya.
“Entahlah, aku belum bisa memastikan. Walau aku sedang mengamati beberapa temanmu, aku tak ingin gegabah membuat kesimpulan. Ada beberapa temanmu yang memang terlihat aneh ketika malam hari.”
“Siapa Pak? Siapa?”
“Ya ada lah, itu rahasia. Tetapi salah satunya itu kamu sendiri, setiap malam kamu selalu keluar di pinggir danau. Setelah aku ikuti ternyata dirimu hanya telpon-telponan saja sambil ketawa sendiri. Dengan pacaramu?”
“Hahaha, baru pendekatan pak.”
“Siapa lagi pak yang bertingkah mencurigakan?”
“Sudah-sudah aku dengan Jaka mau ke desa duluan mempersiapkan bibit pohon yang akan ditanam.”
--------------------------
Jalan kaki sepanjang dua kilometer ternyata bisa mereka lalui dengan senang hati. Indahnya pemandangan dari atas pegunungan membuat mereka melupakan rasa lelah dikaki. Sesampai di desa pun mereka disambut dengan baik oleh penduduk. Acara penanaman pohon itu berlangsung dengan lancar. Pukul tiga sore mereka sudah selesai. Para penduduk sangat berterima kasih kepada para mahasiswa Pati tersebut. Hingga tiba waktunya kembali ke penginapan. Ternyata mereka tidak pulang bersamaan, ada yang foto-foto dulu sepanjang perjalanan , ada yang istirahat di pinggir jalan, ada pula yang mencari jalan pintas menuju ke penginapan agar cepat sampai.
“Setyo, dirimu mau lewat mana?” Tanya Ulfa yang melihatnya dengan beberapa orang sedang berbelok tidak lewat jalan utama.
“Kami mau lewat sini, lebih dekat sampai penginapan kata warga. Hanya lewat hutan jati di depan dan beberapa kebun jagung itu. Mau ikut?” Tanya Setyo balik.
“Gak ah, aku lewat jalan biasa saja. Gak nyeremin.” Jawab Ulfa.
“Gak usah takut Ulfa, kan ada aku. Aku bisa menjagamu kapanpun kau mau!”
“Alaaah bisa aja kamu, gombal banget. Oh ya sudah yang penting hati-hati, jangan sampai tersesat.”
“Oke Ulfa.”
Ternyata rombongan Setyo diikuti oleh beberapa rombongan lain di belakang mereka. Setelah melewati kebun jagung warga sampailah mereka di hutan jati. Hutan jati yang dilewati Setyo memang nampak begiturimbun, pohonnya sudah sangat besar dan tinggi. Bahkan di beberapa bagian seolah sinar matahari tak bisa menembus rimbunya dedaunan. Daun-daun kering berserakan di bawah pohonnya, udara yang sejuk serasa berubah menjadi tiupan dingin ke tulang. Suara ranting jatuh sesekali mengagetkan mereka. Langkah mereka dengan itu justru semakin cepat, hingga seolah mereka tidak peduli satu sama lain. Hingga setelah beberapa menit saja, mereka sudah sampai di pinggiran hutan jati. Lalu sampailah mereka di dekat bangunan kosong yang pernah ditunjuk Jaka dan Pak Andi malam itu. Sebuah bangunan kosong yang berada di seberang penginapan yang mereka tempati. Benar saja, rombongan Setyo itu tiba paling awal di penginapan. Baru satu jam kemudian rombongan Ulfa dan beberapa temannya sampai. Karena jalan dari desa ke penginapan, jalannya menjadi menanjak.
“Wah aku sudah sampai disini satu jam yang lalu lho.” Ungkap Setyo kepada Ulfa.
“Iya-iya kamu lebih cepet, ambilkan air dong. Capek nih, ternyata pas nanjak buat kakiku serasa ingin copot.”
“Mau aku pijitin?”
“Dasar kamu, gak lah.”
Ulfa pun kembali ke kamar untuk istirahat dan bersih-bersih. Ulfa di kamar sendiri, sampai satu jam menunggu teman-teman sekamarnya ternyata mereka belum juga datang. Ulfa keheranan, padahal rombongan yang lain harusnya sudah sampai semua. Ia pun pergi ke kamar Lisa, ia adalah teman yang setuju tukeran kamar dengan Vika. Kali aja Vika berada disana untuk mengambil barang yang ketinggalan atau apa. Sesampai di kamar Lisa, ternyata hanya ada Lisa dan teman-temannya.
“Lho Vika gak disini Lis?.”
“Gak ada kok, dia gak kesini. Ada apa ya?”
“Dia belum ke kamar semenjak dari desa tadi?”
“Vika saja?”
“Tidak hanya Vika, SIlfi dan Putri pun entah dimana.”
“Aku sih tadi melihat mereka mengikuti rute jalan yang lewati Setyo. Harusnya malah mereka sudah sampai duluan.”
“Waduh jangan-jangan mereka tersesat.”
-------------------------
Di tempat lain di tengah hutan jati yang semakin gelap karena matahari sudah akan tenggelam di telan senja.
“Vika, aku takut. Kita pulang saja, ini sudah akan magrib.”
“Tunggu Fi, aku penasaran dengan apa yang mereka bicarakan.” Vika dan Silfi sedang mengamati dua orang yang berbicara pelan di sisi lain hutan jati. Salah satunya adalah Putri.
“Tapi nanti keburu gelap.” Bantah Silfi.
“ Ya sudah, oke-oke itu penginapannya sudah terlihat. Padahal aku penasaran dengan siapa Putri berbicara.”
Tak berselang lama mereka sampai juga di penginapan dengan beragam rasa penasaran. Ulfa menyambut mereka dengan raut muka gelisah. Vika dan Silfi bilang bahwa mereka baik-baik saja. Mereka beralasan lama karena banyak istirahat di perjalanan. Namun Ulfa masih gelisah juga, karena Putri masih belum terlihat batang hidungnya. Ulfa khawatir terjadi apa-apa dengan Putri.
“Kalian lihat putri?” Tanya Ulfa
“Kurasa dia baik-baik saja, paling sebentar lagi juga kembali kesini.” Jawab Vika dengan lesu. Vika dan Silfi langsung bersih-bersih diri karena waktu sudah malam.
--------------------------
“Put, bagaimana reaksi Vika dengar ceritamu itu?”
“Ia terlihat membela sih, walau gak bisa ditutupi bahwa ia jengkel juga.”
“Lalu Silfi bagaimana?”
“Kurasa ia pun seolah tak percaya dengan ceritaku.”
“Oke baguslah, terima kasih bantuannya. Kebetulan saja mereka jadi sekamar.”
“Sama-sama, oke aku dulu yang kembali ke penginapan.”
“Baiklah, kita ketemu lagi setelah acara api unggun.”
Lanjut Chapter 6 =
Chapter sebelumnya =
Chapter 1 = Sosok Misterius
Chapter 2 = Mawar dan Sebuah Pesan
Chapter 3 = Sosok Pengirim Pesan
Chapter 4 = Patah Hati
Chapter 1 = Sosok Misterius
Chapter 2 = Mawar dan Sebuah Pesan
Chapter 3 = Sosok Pengirim Pesan
Chapter 4 = Patah Hati
0 Response to "Chapter 5 - Pengakuan Silfi"
Post a Comment